Bisnis.com, JAKARTA - Maskapai penerbangan Singapore Airlines melaporkan Boeing 777 yang membawa 211 penumpang dan 18 awak mengalami turbulensi parah dalam perjalanan dari Heathrow.
Turbulensi Singapore Airlines telah melemparkan penumpang dan benda ke seluruh kabin, yang membuat kondisi di dalam menjadi sangat kacau.
Adapun menurut laporan The 2023 Airline Index yang dirilis oleh Bounce, Singapore Airlines merupakan salah satu maskapai terbaik di dunia pada 2023. Singapore Airlines menempati urutan kedua hanya tertinggal dari Japan Airlines.
Melansir dari Reuters Rabu (22/05/2024), seorang penumpang mengatakan ketika pesawat mengalami turbulensi ekstrim, beberapa orang terhempas ke kabin bagasi di atas dan mengenai kepala mereka.
Lantas apa Itu Turbulensi? mengapa dapat terjadi?
Secara umum, fenomena ini terjadi karena pertemuan udara dengan temperatur, tekanan, atau kecepatan yang berbeda, yang menyebabkan benturan pola angin.
Walaupun beberapa kondisi cuaca dan geografis, seperti badai petir, deretan pegunungan, dan kemunculan jenis awan tertentu, dapat menjadi indikator adanya turbulensi di masa depan, ada juga "turbulensi udara jernih" yang dapat mengejutkan pilot pesawat dan terjadi tanpa tanda-tanda sebelumnya.
Menurut akademisi penerbangan dan pilot komersial Guy Gratton, turbulensi jenis ini terjadi di sekitar aliran jet, sebuah "sungai" udara yang mengalir deras dan biasanya ditemukan pada ketinggian 40.000-60.000 kaki.
Direktur Operasi Penerbangan dan Teknis di badan maskapai penerbangan global Iata Stuart Fox mengatakan prakiraan cuaca yang menunjukkan cuaca atau aliran udara di atas pegunungan dapat menunjukkan kemungkinan lebih tinggi terjadinya turbulensi udara jernih.
“Kekuatan dan arah aliran udara dapat berubah dengan cepat, dan prakiraan hanya dapat menunjukkan kemungkinannya.”
Maskapai yang Pernah Alami Turbulensi Parah
Dalam penerbangan internasional, kematian yang disebabkan langsung oleh turbulensi sangat jarang terjadi. Biasanya, pilot dapat memberikan peringatan dini tentang sebagian besar jenis turbulensi dan memastikan semua penumpang dalam memakai sabuk pengaman.
Menurut Iata, korban terakhir yang dikonfirmasi akibat turbulensi parah dalam penerbangan komersial terjadi pada 1997 pada penerbangan United Airlines dari Tokyo ke Honolulu.
Namun, pada pesawat pribadi atau jet bisnis yang lebih kecil, cedera serius atau kematian lebih sering terjadi. Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS melaporkan lebih dari 100 orang cedera dan puluhan kematian dalam satu dekade pada penerbangan domestik, meskipun kematian ini sebagian besar terjadi ketika turbulensi menyebabkan pesawat jatuh.
Pada pesawat yang lebih besar, turbulensi berisiko menyebabkan cedera kepala atau cedera lainnya pada penumpang yang tidak terikat dan terlempar dalam kabin, atau tertimpa puing-puing yang beterbangan. Kru pesawat berada pada risiko tertentu dan memiliki jumlah cedera terbesar.
Apa yang Harus Dilakukan Saat Terjadi Turbulensi
Seorang Profesional Keselamatan, Bernard Okolo, mengatakan penumpang harus lebih fokus pada fakta bahwa pesawat dibuat untuk tahan terhadap turbulensi.
Cara paling efektif untuk mencegah cedera saat turbulensi adalah dengan tetap mengencangkan sabuk pengaman. Oleh karena itu, penting bagi penumpang untuk menyadari hal ini dan diberitahu untuk selalu mengenakan sabuk pengaman.
“Penumpang harus disadarkan bahwa mereka wajib mematuhi tanda ‘Kencangkan sabuk pengaman’ setiap saat," ujar perwakilan maskapai Ibom Air.
Mengenakan sabuk pengaman akan meminimalkan dampak hal ini dan memastikan bahwa Anda tidak melukai diri sendiri atau orang di sekitar Anda.
“Sebagian besar maskapai penerbangan menyarankan penumpang untuk mengenakan sabuk pengaman selama penerbangan, dan menurut saya itu saran yang bagus,” ujar Stuart Fox.
Hal efektif lainnya adalah melindungi kepala dengan tangan untuk mencegah isi bagasi yang mungkin terhempas di kabin pesawat.
Dalam konferensi pers General Manager Bandara Thailand Kittipong Kittikachorn mengonfirmasi bahwa 1 orang tewas dan 7 orang berada dalam kondisi kritis, dan sebagian besar mengalami cedera kepala. 23 penumpang, ditambah 1 anggota awak, mengalami luka yang tidak terlalu parah.
Penumpang yang tewas bernama Geoff Kitchen, seorang pria berusia 73 tahun dari Inggris.
"Peristiwa itu terjadi saat penumpang dilayani makananan, sekitar 2 hingga 3 jam sebelum penerbangan dijadwalkan mendarat di Singapura," ujarnya. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)