Top 5 News Bisnisindonesia.id: Efek Buruk Starlink dan Rekomendasi Saham Semen

Rayful Mudassir
Sabtu, 11 Mei 2024 | 10:00 WIB
Ilustrasi starlink
Ilustrasi starlink
Bagikan

Bisnis, JAKARTA - Starlink resmi masuk Indonesia pada Mei 2024. Selain membawa sederet keunggulan, layanan internet dari satelit orbit rendah milik Elon Musk ini juga berpotensi membawa ekses negatif.

Ulasan Starlink menjadi salah satu berita pilihan yang dirangkum dalam Top 5 News Bisnisindonesia.id edisi Sabtu (11/5/2024). Selain itu, sejumlah sajian menarik lainnya turut disampaikan kepada pembaca seperti keterlibatan Freeport dalam laba MIND ID, siasat bank crazy rich topang kinerja hingga rekomendasi emiten semen. 

1. Menangkis Efek Buruh Starlink

Starlink menawarkan internet berkecepatan tinggi dengan kuota tanpa batas. Setiap satelit Starlink menggunakan empat antena phased array yang sangat kuat dan dua antena parabola untuk memberikan peningkatan kapasitas.

“Pendorong ion yang efisien, yang didukung oleh kripton, memungkinkan satelit Starlink untuk mengorbit naik, bermanuver di luar angkasa, dan keluar dari orbit pada akhir masa pakainya,” demikian yang dikutip dari laman resmi Starlink, Jumat (10/5/2024).

layanan Starlink diklaim dapat terhubung mulai dari rumah (residensial), perairan (kapal), hingga lokasi terpencil. Starlink juga dirancang untuk tahan dalam berbagai kondisi, perangkat ini dapat mencairkan salju dan tahan hujan es, hujan lebat, serta angin kencang yang ekstrem.

Sejumlah pengguna yang telah merasakan satelit tersebut mengaku jaringan satelit orbit rendah milik Elon Musk itu dapat memberikan kecepatan unduh alias download antara 25 dan 220 Mbps, dengan sebagian besar pengguna mengalami kecepatan di atas 100 Mbps. Sedangkan kecepatan unggah (upload) biasanya antara 5 dan 20 Mbps.

Starlink juga diklaim memiliki latensi antara 25 dan 60 mdtk di darat, dan 100+ mdtk di lokasi terpencil tertentu. “Kecepatan ini membuat Starlink cocok untuk streaming, panggilan video, game online, dan penggunaan internet rumah tangga lainnya,” terang Starlink.

2. Ada Freeport di Balik Laba Jumbo MIND ID

Holding BUMN pertambangan MIND ID menorehkan laba terbesarnya mencapai Rp27,52 triliun sepanjang 2023. Perusahaan di Tanah Papua, Freeport Indonesia berada di balik pertumbuhan signifikan tersebut.

Berdasarkan keterbukaan informasi, PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID membukukan pertumbuhan laba konsolidasi tahun berjalan sebesar 22,36% dibandingkan dengan capaian 2022 di level 22,49 triliun.

Naiknya laba MIND ID ditopang oleh kontribusi bagian laba neto dari PT Freeport Indonesia (PTFI) yang mencapai Rp24,69 triliun. Bagian laba dari PTFI pada 2023 itu melesat 172,52% dibandingkan realisasi pada 2022 yang sebesar Rp9,06 triliun.

Melesatnya pertumbuhan laba PTFI merupakan imbas dari realisasi divestasi saham Freeport kepada Indonesia yang telah menyentuh 51,24% pada 2023. Keputusan ini telah disepakati bersama antara pemerintah Indonesia dengan Freeport McMoran pada 2018. 

Sedikit kilas balik, divestasi atau pelepasan sebagian saham menjadi salah satu syarat yang harus dilakukan perusahaan asal Amerika Serikat itu untuk memperpanjang kontrak karya (KK) yang berakhir 2021. Bagaimana ceritanya? 

3. Rekomendasi Saham Emiten Semen Saat Laba Tengah Labil

Tiga emiten semen kompak menorehkan penurunan laba bersih pada kuartal I/2024. Mereka adalah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP), dan PT Semen Baturaja Tbk. (SMBR).

Melansir laporan keuangan masing-masing perusahaan, Jumat (10/5/2024), SMBR tercatat membukukan penurunan laba bersih terbesar yakni 47,62% secara tahunan atau dari posisi Rp9,69 miliar menjadi Rp5,07 miliar pada kuartal I/2024.

Posisi berikutnya adalah INTP yang mengakumulasikan laba bersih periode berjalan sebesar Rp238,02 miliar. Perolehan tersebut turun 35,91% year-on-year (YoY).

Adapun SMGR membukukan laba bersih periode berjalan sebesar Rp472 miliar sampai dengan kuartal I/2024. Capaian ini melemah 16% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai kondisi oversupply atau kelebihan pasokan masih menjadi tantangan tersendiri bagi industri semen domestik pada kuartal I/2024.

“Kalau terkait dengan pemberat memang kondisi oversupply ini yang menjadi salah satu kendala. Belum lagi kenaikan harga bahan baku,” ujarnya.

4. Siasat Bank Crazy Rich Topang Kinerja

Meskipun sejumlah bank milik konglomerat melaporkan kinerja keuangan yang kurang begitu memuaskan pada awal tahun ini, namun dukungan ekosistem grup usaha dapat menjadi tenaga yang membuat aktivitas perbankan lebih aktif di tengah persaingan suku bunga.

Bank-bank besar milik konglomerat Tanah Air seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) milik Hartono Bersaudara hingga PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) milik Anthoni Salim telah merilis kinerja keuangannya pada tiga bulan pertama alias kuartal I/2024, namun tidak semuanya memiliki kinerja yang memuaskan.

Misalnya saja, PT Bank Mega Tbk. (MEGA) milik Chairul Tanjung mencatatkan penurunan laba 18,55% YoY menjadi Rp802,51 miliar pada kuartal I/2024, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dengan laba Rp985,38 miliar.

PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo juga telah meraup laba bersih Rp14,84 miliar pada kuartal I/2024, turun 31,98% YoY dibandingkan dengan laba bersih pada kuartal I/2023 sebesar Rp21,83 miliar.

Lalu, PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) milik taipan Anthoni Salim meraup laba bersih Rp32,82 miliar pada kuartal I/2024, turun 44,22% YoY dibandingkan laba bersih tahun sebelumnya Rp58,84 miliar pada kuartal I/2023.

5. Sinyal Positif Pertumbuhan Ekonomi dari Simpanan Nasabah

Nasabah kaya atau tajir masih mendominasi nilai simpanan di bank. Bahkan semua tearing simpanan mengalami tren positif per Maret 2024. Kondisi tersebut mencerminkan adanya perbaikan ekonomi. 

Berdasarkan Data Distribusi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), tiering simpanan di atas Rp5 miliar menjadi simpanan dengan nominal terbesar yakni mencapai Rp4.672 triliun atau setara dengan 53,9% dari total simpanan senilai Rp8.668 triliun. 

Sementara secara tahunan, pertumbuhan simpanan dengan tiering di atas Rp5 miliar juga tumbuh paling pesat yakni 9,1%. Kemudian, jika dilihat tren bulanan, pertumbuhan simpanan dengan tiering simpanan di atas Rp5 miliar mencatatkan pertumbuhan 3% month on month (MoM).

Nominal simpanan terbesar kedua jatuh pada simpanan di bawah Rp100 juta yang mencapai Rp1.061 atau 12,2% dari total simpanan per Maret 2024. Secara tahunan, simpanan ini tumbuh 7,3% dan secara bulanan tumbuh 3,2% MoM.

Dengan situasi tersebut, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menilai perbaikan ekonomi muai dapat dirasakan oleh masyarakat kelas bawah, hal ini menggambarkan stabilitas ekonomi ke depannya yang semakin kuat. 

Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Rayful Mudassir
Sumber : Bisnisindonesia.id
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper