Starlink Masuk RI, Kemenkominfo Sebut Perlu Ada Kompetisi Cegah Monopoli

Rika Anggraeni
Minggu, 5 Mei 2024 | 08:17 WIB
Satelit SpaceX meluncurkan 12 Starlink dari Florida, Amerika Serikat/dok. Tangkapan layar SpaceX
Satelit SpaceX meluncurkan 12 Starlink dari Florida, Amerika Serikat/dok. Tangkapan layar SpaceX
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menilai kehadiran satelit orbit rendah Starlink milik SpaceX dapat membuat industri telekomunikasi dalam negeri makin kompetitif dan terhindar dari praktik monopoli. 

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan bahwa masuknya Starlink sudah melalui kajian dan sisi ekonomis, termasuk risiko disrupsi terhadap operator lokal. 

Usman menjelaskan bahwa satelit orbit bumi rendah itu telah melalui kajian dan penataan sehingga kompetisi yang muncul bukan persaingan yang sempurna. Artinya, lanjut Usman, jika persaingan ditata dengan baik maka kepentingan dan pelayanan publik akan diutamakan.

“Kalau tidak ada kompetisi itu repot. Itu artinya terjadi monopoli, kalau monopoli itu di zona aman, kita tidak berkembang dan tidak berubah,” kata Usman dalam acara Ngopi Bareng di Kementerian Kominfo, Jakarta, Jumat (3/5/2024).

Untuk diketahui, saat ini pemain internet berbasis satelit terbesar di Indonesia ada dua yaitu PT Telkom Satelit Indonesia, yang merupakan anak perusahaan dari PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Pasifk Satelit Nusantara atau PSN. Keduanya memberikan layanan internet di daerah rural.

Selain lewat satelit, daerah rural juga mendapat akses internet dari penyedia jasa internet (ISP) lokal. Mereka umumnya menjajaki jasa internet yang didapat dari pemain ISP yang lebih besar.

Dengan demikian, Kemenkominfo berharap masuknya investor asing, termasuk Starlink di Indonesia, akan mendorong operator lokal untuk meningkatkan layanan publik. Terlebih, tambah Usman, Starlink akan beroperasi di IKN dan daerah yang belum terjangkau internet.

“Teknologi satelit itu untuk mengatasi persoalan geografis, tidak mungkin masuk di Jakarta, fiber optic kita bagus, fiber optic itu teknologi yang paling stabil dalam telekomunikasi, teknologi stabil tapi lebih mahal dari satelit, atau lebih mahal dari BTS atau microwave, tentu ada tempatnya nanti yang akan kita tata,” jelasnya.

Bandung Barat Melesat

Salah satu pengguna di Kabupaten Bandung Barat mengaku kecepatan internet dari satelit ini dapat mencapai di atas 300 Mbps meski di tengah kondisi hujan. 

Akun Twitter (x.com) @drayanaindra memposting penampakan perangkat penangkap sinyal Starlink beserta kecepatannya pada Jumat (3/5/2024). Dalam foto yang diunggah terlihat sebuah antena segi empat menghadap ke langit. Ada sebuah kabel yang menghubungkan antena tersebut dengan sumber energi. 

Akun tersebut mengaku membeli perangkat tersebut seharga Rp8 jutaan melalui website resmi http://starlink.com. Harga tersebut meliputi biaya layanan Rp750.000/bulan, perangkat Rp7,8 juta dan pemasangan/instalasi 345.000. 

“[lokasi] Cigugur Girang, Parongpong, Bandung Barat,” tulis @drayanaindra dikutip.

Drayanaindra mengaku pemasangan perangkat sangat mudah dicolok ke sumber listrik. Tidak ada harga tambahan dari bea cukai. 

Drayanaindra menyampaikan bahwa perangkat tersebut sebaiknya digunakan untuk pedesaan dan daerah rural yang tidak terjangkau serat optik. Pasalnya, jika dibandingkan dengan harga layanan serat optik, Starlink jauh lebih mahal. 

“Rumah saya di lembah tidak terjangkau FO (fiber optik). Kalau di perumahan pakai FO saja,” tulisnya. 

Dia juga mengatakan bahwa secara kualitas layanan, saat hujan dan mendung, kecepatan internet Starlink tetap tinggi mencapai di atas 300 Mbps. 

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper