Bisnis.com, JAKARTA - BRIN turut berkomentar tentang kemunculan kembali Selat Muria akibat banjir yang terjadi di Demak dan Semarang.
Sebagaimana diketahui wilayah Demak terendam banjir selama beberapa hari terakhir. Tak hanya Demak, wilayah-wilayah sekitar Pantai Utara Jawa, seperti Semarang, Pati, dan Kudus mengalami banjir dengan ketinggian bervariasi.
Hingga Rabu 20 Maret 2024, beberapa unggahan di media sosial melaporkan bahwa banjir yang melanda pesisir Jawa tersebut banyak yang belum surut.
Seiring dengan banjir Demak dan Semarang yang tak kunjung surut, berbagai teori pun muncul. Salah satunya adalah tenggelamnya Demak dan membuat Selat Muria Purba muncul kembali.
Sebagai informasi, Selat muria merupakan cikal bakal munculnya kabupaten-kabupaten pantura, seperti Demak, Grobogan dan Pati.
Hilangnya selat muria ini diperkirakan terjadi pada abad ke-17 karena sedimentasi yang menyebabkan bersatunya Gunung Muria dan Pulau Jawa.
Selat Muria merupakan perairan purba yang kemudian mengalami pendangkalan dari proses sedimentasi material beberapa sungai yang bermuara di daerah yang sekarang disebut Grobogan, Demak, Kudus, dan Pati.
Komentar dari BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan peristiwa banjir besar yang merendam Demak hingga Kudus tak ada kaitan dengan isyarat kemunculan kembali Selat Muria.
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi Eko Soebowo saat dihubungi di Jakarta, menjelaskan bahwa banjir yang terjadi murni pengaruh alam akibat kondisi cuaca ekstrem.
"Cuaca memang ekstrem dan daerah aliran sungai di wilayah sana tidak mampu menampung volume air hujan yang tinggi karena terjadi sedimentasi," ujarnya seperti dilansir dari Antaranews.
Eko mengungkapkan kegiatan pembabatan hutan dan perubahan tata guna lahan menjadi pemicu sedimentasi yang terjadi di sisi selatan.
Bahkan, pengambilan air tanah berlebihan membuat kawasan pesisir pantai utara Jawa mengalami penurunan muka tanah yang signifikan 5 sampai 10 centimeter per tahun.