Bisnis.com, JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan bahwa Indonesia akan mengalami fenomena alam La Nina.
La Nina akan datang menggantikan El Nino, yang diprediksi menuju netral pada periode Mei sampai dengan Juni 2024.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan saat ini fenomena El Nino moderat masih berlangsung dengan nilai indeks 1,59 hingga awal Maret 2024. El Nino secara gradual bakal beralih menjadi netral.
“Di Samudra Hindia pemantauan suhu muka laut menunjukkan kondisi IOD netral, fenomena El Nino akan segera menuju netral pada periode Mei, Juni, Juli 2024,” kata Dwikorita saat konferensi pers, dikutip Minggu (17/3/2024).
Selanjutnya, Dwikorita menambahkan, pada periode Juli sampai dengan September 2024, Indonesia bakal memasuki fase La Nina. Fenomena La Nina bakal membuat Indonesia sering mengalami hujan, risiko banjir hingga badai tropis.
“Jadi dari El Nino netral, setelah triwulan ketiga Juli, Agustus, September 2024 berpotensi beralih menjadi La Nina lemah,” ujarnya.
Pengertian dan Efek La Nina
Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa fenomena La Nina merupakan kebalikan El Nino yang menurut bahasa penduduk lokal Amerika Latin berarti bayi perempuan.
Peristiwa La Nina adalah kondisi cuaca yang normal kembali setelah terjadinya El Nino.
Menurut proses terjadinya, La Nina bermula pada perjalanan air laut yang panas ke arah barat tersebut sampai akhirnya akan sampai ke wilayah Indonesia.
Hal ini kemudian berakibat wilayah Indonesia akan berubah menjadi daerah bertekanan rendah (minimum) dan semua angin di sekitar Pasifik Selatan dan Samudera Hindia akan bergerak menuju Indonesia.
Angin dan fenomena La Nina akan membawa banyak uap air ke Indonesia, sehingga bisa menyebabkan Indonesia sering dilanda hujan lebat bahkan berpotensi banjir.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati kemudian mengimbau masyarakat untuk terus mewaspadai peningkatan curah hujan.
Ia juga meminta pemerintah daerah untuk mengoptimalkan penyimpanan air pada akhir musim hujan.
"Selain itu, tindakan antisipasi diperlukan pada wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau atas normal (lebih basah dari biasanya) terutama untuk tanaman pertanian atau hortikultura yang sensitif terhadap curah hujan tinggi," katanya.