Bisnis.com, YOGYAKARTA — Makin berkembangnya kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) dan potensinya yang luar biasa untuk memajukan industri, muncul kebutuhan mendesak untuk mengembangkan regulasi tata kelola yang efektif dan inklusif.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pun telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Menkominfo No. 9/2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial. SE ini menjadi tahap awal dalam mengembangkan model tata kelola kecerdasan artifisial, merespons kecepatan inovasi dan pemanfaatan teknologi ini.
Secara ekonomi, berkembangnya teknologi kecerdasan artifisial generatif (generative AI) telah banyak membuka banyak kesempatan dan peluang. Sebagai gambaran, penggunaan generative AI setidaknya dapat membuka kapasitas produksi sedikitnya US$ 243,5 miliar atau setara dengan 18% dari PDB di tahun 2022 (ELSAM dan Access Partnership, 2023).
Pada konteks itu pula, etika kecerdasan artifisial mencoba untuk menjawab berbagai perkembangan yang mengemuka, sebagai langkah awal pengembangan model tata kelola kecerdasan artifisial.
Prinsip-prinsip etika dalam SE ini mengakomodasi sejumlah elemen, yang meliputi: inklusivitas, kemanusiaan, keamanan, aksesibilitas, transparansi, kredibilitas dan akuntabilitas, pelindungan data pribadi, pembangunan dan lingkungan berkelanjutan, dan kekayaan intelektual.
Namun demikian, dalam perkembangannya, mengingat besarnya dampak dari pemanfaatan teknologi kecerdasan artifisial, seperti halnya pengalaman di sejumlah negara di atas, penting bagi Indonesia untuk mulai mengembangkan regulasi tata kelola kecerdasan artifisial yang lebih mengikat (legally binding), tidak semata-mata menggunakan kerangka etika.
Negara-negara di dunia juga meresponsnya secara berbeda-beda perkembangan tersebut, Amerika Serikat misalnya Pada 2023 mengeluarkan Secures Voluntary Commitments from Leading Artificial Intelligence Companies to Manage the Risks Posed by AI, setelah sebelumnya mengeluarkan Blueprint for An AI Bill of Rights, dan kemudian dilanjutkan dengan keluarnya Executive Order on the Safe, Secure, and Trustworthy Development and Use of Artificial Intelligence, pada akhir Oktober 2023.
Pengembangan regulasi ini akan menjadi tahapan penting, dalam mengidentifikasi model regulasi yang tepat bagi teknologi ini, makanisme safeguard yang lebih kuat bagi konsumen atau warga, sekaligus rujukan dalam mendorong pertumbuhan ekosistem industri kecerdasan artifisial.
Sebagai salah satu upaya mendorong penguatan peran akademisi dan institusi universitas dalam pemanfaatan teknologi kecerdasan artifisial dan pengembangan regulasi tata kelolanya, Bisnis Indonesia Group berkolaborasi dengan Microsoft Indonesia dan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan Artificial Intelligence Public Discussion: Moving Ethical AI from Voluntary Commitments to Binding Regulations. Acara ini juga diharapkan mengidentifikasi dan mendiskusikan urgensi dan substansi regulasi tata kelola kecerdasan artifisial yang lebih mengikat.
Rencananya, Diskusi Publik ini berlangsung di Ruang Balai Senat, Universitas Gadjah Mada, pada Jumat (8/3/2024) pukul 09.00 WIB hingga 12.30 WIB dan mengundang akademisi dari universitas baik dari negeri maupun swasta di Yogyakarta, asosiasi, jurnalis, dan mahasiswa.
Diskusi akan dihadiri oleh narasumber yang pakar di bidangnya, yakni Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria, Dekan Fakultas Filsafat UGM Dr. Rr. Siti Murtiningsih, Direktur Eksekutif ELSAM Wahyudi Djafar, dan Director of Government Relations at Microsoft Indonesia & Brunei Darussalam Ajar Edi, serta Guru Besar Bidang Ilmu Komputer dan Elektronika, Ketua Dewan Eksekutif Laminfokom Prof. Dra. Sri Hartati, M.Sc., Ph.D yang akan berbagi perspektif dan pengalaman mereka dalam panel diskusi.
Acara ini juga akan menandai peluncuran Center of Artificial Intelligence Ethic oleh Fakultas Filsafat UGM, yang merupakan langkah penting dalam memperkuat etika dalam pengembangan AI.