Bisnis.com, JAKARTA - Sejak Maret 2023, rata-rata suhu permukaan laut di seluruh dunia mencapai rekor tertinggi dan terus meningkat, sehingga berpotensi menghasilkan badai ekstrem pada 1 Juni hingga 30 November 2024.
Mengutip dari Live Science, Bumi memang terus mengalami peningkatan pemanasan sejak 1980. Namun, akhir-akhir ini pemanasan menjadi makin berbahaya karena pergantian fasenya yang makin cepat.
Peneliti Kepala Asosiasi Sistem Kelautan Pusat Oseanografi Nasional Inggris Joel Hirschi mengatakan pemanasan laut pada satu tahun terakhir sudah sangat buruk. Adapun, hal ini disebabkan oleh percepatan pemanasan global dan pola iklim El Nino.
“Tingkat pemanasan yang kita lihat pada tahun 2023 dan sekarang pada tahun 2024 sungguh luar biasa," ujar Hirschi, dikutip dari Live Science.
Hirschi mengatakan, meski saat ini masih bulan Februari, lautan Atlantik sudah mengalami suhu musim panas. Diketahui, rata-rata suhu permukaan laut saat ini adalah 20,3 derajat celcius. Suhu inipun satu derajat lebih tinggi daripada rata-rata suhu laut pada 1981-2011.
Peneliti senior kelautan, atmosfer, dan Bumi Universitas Miami Brian McNoldy mengatakan kenaikan suhu ini seharusnya peristiwa yang terjadi satu kali dalam 284.000 tahun. Namun, saat ini dapat disaksikan setiap hari.
McNoldy mengatakan peningkatan suhu laut ini mampu membuat badai Atlantik yang sangat hebat, dimulai pada 1 Juni hingga 30 November 2024. Badai ini dinilai akan jadi lebih dahsyat dibandingkan badai-badai yang sempat terjadi sebelumnya.
Diketahui, sempat ada 5 badai yang pernah terjadi di dunia, dengan kecepatan 309 km/jam. Namun, badai yang akan datang diprediksi akan lebih kuat daripada 5 badai tersebut.
Adapun tanggal tersebut ditentukan karena siklus iklim El Nino, yang membuat air lautan menjadi lebih panas diperkirakan berkembang pesat pada Juli 2023 hingga Juni 2024.
Sebagai informasi, badai berasal dari lapisan tipis air laut yang diuapkan oleh angin sebelum naik membentuk awan badai. Perairan yang lebih hangat memberi sistem ini lebih banyak energi, mendorong proses ini menjadi terlalu cepat dan memungkinkan badai dahsyat terbentuk dengan cepat.
Kendati demikian, perlu diakui badai tersebut masih memiliki potensi gagal terbentuk, karena suhu laut yang hangat tidak selalu menjamin adanya musim badai yang aktif. Lebih lanjut, jika pada periode tersebut pergeseran angin terjadi secara vertikal, awan badai akan terhempas.
“Selama El Niño, angin di Atlantik biasanya lebih kuat dan lebih stabil dari biasanya, sehingga berfungsi sebagai penghambat pembentukan badai. Namun jika siklus iklim mengikuti prediksi dan mereda atau digantikan oleh La Niña (siklus iklim yang lebih dingin), hal ini dapat menyebabkan terjadinya badai musim panas yang tidak biasa,” ujar Hirschi.