Bisnis.com, JAKARTA - Real count KPU Pilpres 2024 menunjukkan paslon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka masih unggul dalam perolehan suara sementara, dengan keunggulan di atas 50%. Di sisi lain, website Sirekap, wadah bagi petugas KPPS melaporkan hasil rekapitulasi perhitungan suara di lapangan, terus mendapat sorotan.
Berdasarkan data hasil real count KPU, Jumat (16/2/2024), pukul 04.30 WIB, tercatat data yang masuk baru sebesar 48,78%. Data suara yang masuk itu dihimpun dari 401.577 tempat pemungutan suara (TPS).
Hasil real count Pilpres 2024 KPU itu menunjukkan paslon nomor urut 2 itu unggul sementara dengan perolehan suara mencapai 29.122.763 suara atau setara 56,89%.
Paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menyusul di posisi kedua dalam hasil real count Pilpres 2024 KPU dengan perolehan 25,25% suara dan paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md berada di posisi terakhir berdasarkan hasil real count Pilpres 2024 KPU, dengan meraih 17,86% suara. Data-data tersebut diketahui dari laman https://pemilu2024.kpu.go.id/.
Dalam perkembangannya, diketahui juga bahwa situs pemilu2024.kpu.go.id yang menampilkan data terkini perhitungan suara terhubung dengan IP Address Zhejiang Taobao Network Co., Ltd.
Sementara itu, website Sirekap-web.kpu.go.id yang saat ini digunakan oleh petugas KPPS untuk menginput data Pemilu 2024 terhubung dengan IP Addres 170.33.13 atau alamat website milik Alibaba Cloud Singapura.
Alibaba Cloud, atau yang disebut sebagai Aliyun, adalah perusahaan komputasi awan, yang masih tergabung dalam Alibaba Group. Alibaba Cloud menyediakan layanan-layanan komputasi awan untuk bisnis-bisnis daring dan ekosistem perdagangan elektronik.
Alibaba Cloud memiliki 30 data center yang tersebar di seluruh dunia, dengan 89 zona ketersediaan dan lebih dari 3.200 node jaringan pengiriman konten (Content Delivery Network).
Adapun komputasi awan, sebagai salah satu produk Alibaba, menawarkan beberapa keunggulan bagi para kliennya seperti efektivitas biaya, skalabilitas, hingga fleksibilitas.
Dalam perkembangannya, Bisnis mencoba mencari tahu alasan KPU menghubungkan website Sirekap dan website perhitungan nyata (real count) dengan Alibaba. Pun, Bisnis juga bertanya mengenai keandalan dan keamanan yang ditawarkan Alibaba Cloud kepada kedua website. Sayangnya, hingga berita ini diturunkan keduanya tak kunjung memberi jawaban.
Sementara itu, beberapa pakar teknologi mempertanyakan mengenai keterhubungan website Sirekap dan website Real Count KPU dengan Alibaba Cloud. Mereka menganggap data hasil pemilu adalah data yang sangat sensitif, yang seharusnya tidak sembarangan diletakan karena dikhawatirkan dapat merusak kemurnian dari data tersebut.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengatakan jika merujuk pada Perpres 82/2022 tentang Pelindungan Infrastruktur Informasi Vital maka data hasil pemilu masuk dalam klasifikasi data yang strategis.
“Untuk data yang masuk kategori strategis, itu harus disimpan di dalam negeri, kecuali memang teknologinya tidak tersedia di dalam negeri. Ini menjadi pertanyaan apakah teknologi untuk memenuhi kebutuhan cloud server data KPU, itu tidak tersedia di Indonesia?” kata Wahyudi kepada Bisnis, Kamis (16/2/2024).
Lebih lanjut, kata Wahyudi, karena data KPU masuk dalam klasifikasi data strategis terkait administrasi pemerintahan seharusnya menggunakan server pemerintah. Walaupun pusat data nasional belum selesai dibangun, kata Wahyudi, seharusnya tetap dapat dinavigasi oleh perusahaan BUMN seperti Telkom dan lain sebagainya.
Dia menuturkan bahwa permasalahan ini bukan terkait Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, karena peraturan tersebut tidak mewajibkan menyimpan data di dalam negeri. Tetapi, dalam konteks informasi vital nasional, maka data KPU masuk dalam klasifikasi data yang harus disimpan di dalam negeri.
“Data KPU masuk data yang harus disimpan di dalam negeri dengan menggunakan data center pemerintah. Yang menjadi problem berikutnya adalah bagaimana KPU menerapkan keamanan pada standar sistem atau server atau data tersebut,” kata Wahyudi.
Dia mempertanyakan apakah KPU melakukan audit keamanan data secara reguler atau tidak, atau memastikan tidak ada lubang-lubang risiko yang memugkinkan serangan.
Hal tersebut harus dijelaskan oleh KPU secara transparan karena itu menentukan persepsi masyarakat tentang keamanan data yang ‘dititipkan’ KPU.
“Yang jadi masalah adalah ketika hari ini sistem itu diperlukan, ternyata sistemnya down. Apakah ketika mendesain sistem tersebut, KPU belum memperkirakan bahwa kebutuhan sistemnya akan sebesar saat ini, yang kemudian berakibat pada downnya sistem KPU. Ini berkaitan dengan integritas dari hasil Pemilu. Ini yang kita persoalkan dari awal, jangan sampai hasil pemilu dianggap tidak legitimate (sah) karena data yang digunakan tidak berintegritas yang diakibatkan oleh sistem IT KPU,” kata Wahyudi.
Wahyudi menlanjutkan bahwa KPU mengakui adanya ratusan juta serangan terhadap sistem mereka, itu adalah hal yang harus diantisipasi. KPU harus mengetahui lubang-lubang potensi serangan. Oleh sebab itu, audit keamanan menjadi penting untuk dilakukan sebelum diselenggarakannya pemilu, termasuk beban yang akan ditanggung oleh sistem IT KPU.
Wahyudi menambahkan selama ini informasi yang beredar bahwa KPU menggunakan server di dalam negeri. Namun, ketika muncul masalah dan ditelusuri, muncul fakta bahwa KPU terhubung dengan perusahaan cloud di Singapura.
“Selama ini penggunaan server di luar negeri untuk data informasi kritis dan strategis hanya diperbolehkan ketika teknologinya tidak tersedia,” kata Wahyudi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menilai bahwa penempatan data pemilu di luar Indonesia merupakan hal yang aneh, terlebih data yang disimpan adalah data sensitif.
“Jadi ya disayangkan data yang sangat penting ditempatkan di luar Indonesia, yang kita tidak tahu apakah data dilindungi atau diutak-atik,” kata Heru kepada Bisnis, Kamis (15/2/2024).
Heru juga mengatakan jika melihat Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) seharunya data yang dibuat dari Indonesia, ditransaksikan di Indonesia dan dari pengendali Indonesia.
Artinya, lanjut Heru, data harus ditempatkan, disimpan dan diproses di Indonesia