Bisnis.com, JAKARTA - Serangan siber yang makin canggih dengan adanya kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dapat ditangkis dengan sistem pertahanan siber yang juga berbasis generative AI.
Pengamat siber Pratama Persadha mengatakan serangan siber berbasis AI nantinya dapat terus melakukan modifikasi sehingga jenis sangan akan sulit dikenali oleh perangkat keamanan yang statis.
“Penerapan Generative AI untuk keamanan siber memang menjadi sebuah urgensi, terutama mengingat perkembangan cepat ancaman siber dan serangan yang semakin canggih,” ujar Pratama kepada Bisnis, Senin (8/1/2024).
Adapun pemilihan generatif AI (gen AI) adalah karena fitur-fitur yang dimilikinya.
Diketahui, gen AI mampu membuat respons otomatis terhadap serangan, menganalisis data lalu lintas jaringan dan perilaku pengguna secara real-time, melatih model keamanan siber dengan cepat dan efisien serta mengoptimalkan konfigurasi keamanan sistem dan jaringan.
Sayangnya, Pratama juga mengatakan dataset generatif AI yang digunakan untuk keamanan siber ini harus tepat.
“Karena jika data yang diberikan untuk melatih sistem tidak benar maka Gen AI pun juga akan memberikan hasil yang tidak tepat,” ujar Pratama.
Selain itu, Pratama mengatakan, implementasi Gen AI dalam sistem keamanan siber juga memerlukan investasi yang tidak mudah, mulai dari dana hingga sumber daya manusia yang terampil.
Menurut Pratama, sumber daya manusia yang akan melatih generatif AI harus bisa memahami secara mendalam terkait algoritma dan arsitektur yang kompleks dalam generatif AI.
Oleh karena itu, ke depannya, pemerintah bisa berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam keamanan siber dan kecerdasan buatan.
Selain itu, Pratama juga mengatakan pemerintah harus dapat mengarut penggunaan teknologi AI dalam keamanan siber dan memastikan adanya infrastruktur teknologi yang memadai.
Lebih lanjut, pemerintah Indonesia juga dapat berkolaborasi dengan negara lain dan organisasi internasional untuk membuat penelitian dan inovasi, sehingga dapat membantu Indonesia mendapatkan wawasan dan dukungan tambahan.
Sebagai informasi, sebelumnya Pratama memprediksi serangan siber di 2024 akan semakin ganas, mengingat perkembangan teknologi yang makin pesat. Adapun ancaman yang perlu menjadi perhatian adalah serangan ransomware yang lebih canggih.
Selain itu, Pratama mengatakan ancaman berskala besar lainnya yang perlu diwaspadai adalah serangan Advanced Persistent Threat (APT) yang lebih terfokus. Menurut Pratama, serangan APT pada 2024 akan lebih berfokus pada sektor-sektor kritis, pemerintahan, dan bisnis-bisnis besar dengan tujuan spionase atau pengintaian dan pencurian data sensitif.
Pratama mengatakan ancaman ini menjadi makin parah mengingat banyaknya negara yang mulai bermain dalam operasi siber demi keuntungan geopolitik masing-masing.
Hal ini terlihat dari banyaknya intelijen ataupun serangan siber berbasis APT atau ransomware yang menargetkan pemerintah dan mata uang kripto. Beberapa negara lainnya juga bahkan sudah mulai mendanai aksi untuk operasi spionase.