Pendanaan Startup 2024 yang Sangat Bergantung Pada Hasil Pemilu

Crysania Suhartanto
Senin, 1 Januari 2024 | 20:04 WIB
Ilustrasi Startup. - Bisnis/Arief Hermawan P
Ilustrasi Startup. - Bisnis/Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Kondisi pendanaan startup atau perusahaan rintisan di Indonesia tahun ini dinilai akan sangat bergantung pada hasil pemilihan umum alias pemilu 2024 yang berlangsung pada Februari.

Ketua Indonesian Digital Empowerment Community (Idiec) Tesar Sandikapura mengatakan jika hasil pemilihan tidak dapat diterima masyarakat, investor akan cenderung enggan untuk berinvestasi. Sebaliknya, jika pemilihan presiden berlangsung secara kondusif, kata Tesar, maka iklim investasi Indonesia akan membaik. 

"Pasti dia [investor] masih wait and see sambil melihat hasil dari pemilu 2024 ini itu sih. Jadi masih belum bisa memutuskan. Nanti setelah kuartal kedua kan seperti apa,” ujar Tesar kepada Bisnis, Senin (1/1/2024).

Tesar mengaku, saat ini sudah banyak investor yang mengambil ancang-ancang dan menunggu momen yang tepat untuk menyuntikan dana ke bisnis startup di Indonesia. 

Hal ini tidak terlepas dari situasi bonus demografi yang akan dialami Indonesia pada 2030—2040. Artinya, pada saat itu tiba, jumlah masyarakat yang bekerja akan jauh lebih banyak daripada masyarakat nonproduktif. 

Menurut Tesar, bukti bahwa Indonesia sangat diminati asing sudah terlihat dari tindakan yang dilakukan media sosial TikTok. 

Sebagaimana diketahui, pada pertengahan Juni 2023, TikTok sempat berwacana untuk menyuntikan Rp148 triliun. Padahal, pada saat itu kondisi ekonomi dan politik belum dapat diprediksi. Bahkan nama pasangan calon presiden saja belum muncul. 

"Jadi sebenarnya kita ini primadona cuma tinggal masalah tadi, kestabilan politik ini memang ditunggu-tunggu," ujar Tesar. 

Tesar mengatakan, jika pemilu ini bisa berlangsung dengan stabil, investasi yang masuk ke startup Indonesia bisa mencetak rekor baru. 

Sebagai informasi, tahun 2023 lalu menjadi tahun yang sulit bagi perusahaan rintisan untuk mendapatkan pendanaan jumbo.

Dikutip dari Deal Street Asia, nilai kesepakatan perusahaan rintisan di Asia Tenggara anjlok 72% secara bulanan menjadi US$486 juta atau Rp7,47 triliun (kurs: Rp15.378/US$). Hal ini dikarenakan banyaknya kesepakatan besar gagal terjadi antara investor dengan para perusahaan rintisan. 

Tren ini pun sudah terjadi sepanjang semester I/2023. Diketahui, pada periode tersebut, pendanaan perusahaan rintisan turun drastis sebesar 58,6%. Adapun pada kuartal II/2023, pendanaan di Asia Tenggara juga hanya mencapai US$2,13 miliar atau senilai Rp32,7 triliun (kurs: Rp15.366/US$).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper