Bisnis.com, JAKARTA - Elsam menyarankan agar badan pengawasan siber dipegang oleh swasta, bukan pemerintah seperti Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) saat ini.
Direktur Eksekutif Elsam Wahyudi mengatakan hal ini akan membuat keadaan menjadi sulit ketika ada kasus keamanan siber terjadi di sektor pemerintahan. Alhasil, tindakan dan penilaian BSSN berpotensi bias.
“BSSN kan bagian dari pemerintah, ketika BSSN terlibat maka kemudian ada problem independensi,” ujar Wahyudi dalam paparannya, Rabu (20/12/2023).
Wahyudi mengatakan peran ini menjadi makin krusial ketika Indonesia sudah masuk ke dalam masa pemilu, dan saat ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) lah yang terdampak.
Sebagai informasi, lebih dari 204 juta data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) diretas dan dijual di dark web seharga 2 Bitcoin atau US$74.000 (Rp1,2 miliar).
Angka data yang diretas ini pun hampir sama dengan jumlah pemilih dalam DPT Tetap KPU yang berjumlah 204.807.222 jiwa.
Menurut data yang diunggah di Breach Forum oleh akun anonim “Jimbo”, data yang dicuri berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Kartu Keluarga (No. KK), Nomor KTP, paspor, nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, serta kodefikasi TPS.
Oleh karena itu, Wahyudi mengatakan dalam konteks masa menjelang pemilu seperti ini, aspek-aspek keamanan dipertegas.
“Bagaimana memastikan bahwa BSSN tetap melakukan asistensi, tetapi tidak mengganggu substansi dan proses yang terkait,” ujar Wahyudi.
Wahyudi menegaskan BSSN harus tetap melakukan asistensi, walaupun yang terkena masalah sama-sama lembaga pemerintah.
Wahyudi mengaku saat ini pemerintah, baik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), BSSN, dan KPU saling oper-operan tanggung jawab.