Bisnis.com, JAKARTA - Arah regulasi Indonesia dalam pengembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) disebut akan mengarah pada regulasi di Amerika Serikat dan Eropa, yang menganut teknologi terbuka.
Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Buatan Indonesia (Korika) Hammam Riza mengatakan teknologi yang ada di Indonesia akan merujuk pada perkembangan AI di dua wilayah tersebut, mengingat keduanya merupakan produsen teknologi AI.
“Kurang-lebih sama lah (dengan Eropa dan Amerika Serikat) karena teknologi itu, apa (teknologi) yang ada di luar kan kita coba kejarkan, untuk kita gunakan sendiri. Jadi basisnya sama,” ujar Hammam kepada wartawan, Kamis (30/11/2023).
Namun, Hammam mengatakan pemerintah tidak akan membuat regulasi dengan terburu-buru agar tidak salah langkah. Menurutnya, AI akan cukup sulit untuk diregulasi karena teknologinya yang terus berkembang dan memiliki dua sisi mata pisau.
Menurut Hammam, risiko kehadiran AI cukup berat, tetapi di sisi lain berpotensi membangun ekonomi bangsa. Hammam mengatakan kehadiran AI bisa membuat Indonesia menjadi salah satu pendorong ekonomi global pada 2045.
“Kita (UU AI) mengatur yang, kalau hemat saya, itu pada implikasi yang memiliki risiko yang berat, seperti apa? AI dipakai dalam peperangan,” ujar Hammam.
Lebih lanjut, Hammam juga mengatakan saat ini pihaknya tengah mengerjakan revisi dari Strategi Nasional (Stranas) AI yang baru untuk periode 2024-2045.
Menurut Hammam, saat ini banyak aspek yang sudah berubah dari situasi saat stranas AI pertama kali disusun, mulai dari kehadiran generative AI dan perubahan situasi ekonomi.
Hammam pun menargetkan stranas ini dapat selesai sebelum Februari 2024.
“Berharap targetnya sebelum pemilu kita sudah punya stranas. Supaya stagnas itu bisa dipakai implementasinya di 2024. Segera. Kalau tidak, terlambat lagi kita,” ujar Hammam.
Sebagai informasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) tentang kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) akan selesai sebelum Oktober 2024.
Kepala Badan Pengembangan dan SDM Kemenkominfo Harry Budiarto menyebut PP tersebut akan mengatur etika saat menggunakan AI. Adapun isinya akan mirip dengan surat edaran segera dikembangkan oleh Program Kerja (Prokja) Kemenkominfo.
Adapun, Harry mengatakan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) juga akan memprakarsai PP Kecerdasan Buatan tersebut. “Nanti kalau BRIN sudah buat final, itu diuji oleh beberapa lembaga yang memiliki keterkaitan dengan Strategi Nasional (Stranas),” ujar Harry.
Lembaga yang akan menguji draft PP adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Pertahanan (Kemenham), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan sejumlah kementerian lainnya.
Setelah itu, ujar Harry, PP Kecerdasan Buatan baru bisa diberikan kepada Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk diharmonisasi.