Bisnis.com, JAKARTA - Pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berencana menghadirkan Kartu Usaha Startup, di tengah badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di perusahaan rintisan saat ini.
Merujuk pada laporan DataIndonesia.id yang mengutip Layoffs.fyi, secara global, jumlah karyawan startup di dunia yang terkena PHK sebanyak 204.665 orang sejak 1 Januari - 3 Mei 2023.
Adapun, sebanyak 19.026 karyawan menjadi korban PHK dari 81 startup di dunia pada kuartal II/2023. Jumlah itu turun 89,8% dibandingkan pada kuartal sebelumnya yang sebanyak 185.639 karyawan di 649 startup.
Di Indonesia, sejumlah startup tercatat juga telah melakukan PHK. Belum lama, Rumah.com memutuskan untuk menghentikan layanan mereka di Indonesia dan merumahkan 61 karyawannya.
Sebelum, PropertyGuru nama-nama perusahaan rintisan besar seperti GoTo, Bibit, Xendit, Shopee Indonesia, LinkAja, Sayurbox, hingga Ajaib juga dikabarkan telah melakukan PHK.
Di tengah kondisi badai PHK itu, Paslon Prabowo-Gibran tetap berusaha mendorong industri kreatif, dengan menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru, termasuk pariwisata, ekonomi kreatif, ekonomi digital hingga usaha rintisan. Keduanya akan mengeluarkan kartu khusus.
“Mendorong industri kreatif dengan meluncurkan Kartu Usaha Startup untuk pengembangan bisnis baru berbasis teknologi dan inovasi,” tulis dalam Visi-Misi Prabowo-Gibran, dikutip Rabu (1/10/2023
Tidak hanya itu, dalam mendorong industri kreatif Prabowo dan Gibran juga berkomitmen memperkuat konektivitas digital di seluruh wilayah untuk seluruh kelompok masyarakat.
Cawapres Gibran Rakabuming dari Koalisi Indonesia Maju membocorkan janji yang akan dilakukan bersama Prabowo jika terpilih memimpin Indonesia dalam lima tahun ke depan. Adapun salah satunya adalah kredit startup milenial.
Menurutnya, nantinya program ini akan menyasar pelaku bisnis milenial. Utamanya untuk kelompok usaha berbasis inovasi dan teknologi.
Namun, kebijakan ini mendapat beragam respons. Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies Nailul Huda mengatakan perbankan yang mengajukan kredit akan cenderung membutuhkan pengembalian dana jangka pendek.
“Bagi perbankan, yang terpenting adalah bagaimana debtors ini membayar hutang bagaimanapun caranya, tidak peduli debtors lagi untung atau rugi,” ujar Huda.
Padahal, kata Huda, perusahaan rintisan di masa awal berdirinya pasti merugi.
Namun, setelah berjalan beberapa tahun, startup baru akan menemukan model bisnis yang sesuai dan mendapatkan keuntungan.
“Makanya untuk memberikan utang ke startup ya sangat riskan karena dengan mereka masih rugi, apakah bisa membayar hutangnya dalam jangka waktu tertentu,” ujar Huda.
Sementara itu Bendahara Amvesindo Edward Ismawan Chamdani mengatakan dalam menyalurkan pendanaan, termasuk kredit, ke startup perlu dilihat dari pola strukturnya. Kredit tersebut termasuk dalam pola partisipasi di saham, pinjaman produktif, pinjaman ventura (venture debt) atau lainnya.
Pinjaman ventura adalah jenis pembiayaan utang yang diberikan kepada perusahaan yang didukung ventura oleh bank khusus atau pemberi pinjaman non-bank untuk mendanai modal kerja atau pengeluaran modal, seperti pembelian peralatan.
“Karena rata-rata [startup] belum memiliki kolateral dan perputaran arus kas (cash flow) yang stabil maka risiko tentu menjadi lebih besar dibandingkan perusahaan yang sudah established,” kata Edward.
Edward menjelaskan apabila sifat dari pendanaan adalah untuk meningkatkan ekosistem agar menjadi lebih baik, maka pola investasi berbasis komersial perlu dikombinasikan dengan dana yang sifatnya berbeda, atau non-profit sebagai agenda pemerintah.
Di Singapura dan Malaysia, lanjutnya, sudah menerapkan program ini sejak 10-15 tahun yang lalu. Indonesia tertinggal.
“Ada yang berbentuk "matching funds" di level portfolio companies dan ada juga ke para modal ventura. Sehingga track record maupun proses due diligence bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman,” kata Edward.