Bisnis.com, JAKARTA - Facebook, aplikasi media sosial milik Meta, menjadi platform dengan jumlah hoaks seputar pemilu 2024 terbanyak. Para pelaku penyebar kabar bohong gencar menyebarkan berita bohong lewat platform milik Mark Zuckerberg tersebut.
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencatat dari total 526 hoaks yang terjadi selama periode 19 Januari 2022 - 27 Oktober 2023, sebanyak 455 hoaks (87%) berasal dari Facebook. Selain Facebook, media sosial lain yang terdapat sebaran hoaks adalah TikTok (25 hoaks), SnackVideo (17), YouTube (17) dan X.com (11).
"Penyebaran hoaks dan disinformasi meski beragam, dapat ditemukan di beragam media sosial. Catatan kami menunjukkan penyebaran hoaks dan disinformasi terkait pemilu paling banyak ditemukan di platform facebook yang Meta kelola,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, Jumat (27/10/2023).
Budi mengidentifikasi total 101 isu hoaks yang beredar mengenai Pemilu sejak Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023.
Adapun sepanjang 2022 hanya terhadap 10 hoaks Pemilu, namun sepanjang Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023 terdapat 91 isu hoaks Pemilu. Artinya, terjadi peningkatan hampir 10 kali lipat isu hoaks dibandingkan tahun lalu,. “
Budi mengatakan sejak Juli 2023 terjadi peningkatan signifikan dari bulan-bulan sebelumnya. Kemenkominfo berkomitmen merespons penyebaran hoaks terkait Pemilu yang belakangan meningkat penyebarannya dengan lebih tegas.
Budi menyatakan langkah itu mulai dari meningkatkan kesadaran masyarakat, menangani konten hoaks bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan meningkatkan patroli siber.
“Pertama, kami akan lakukan peningkatan kesadaran masyarakat tentang bahaya hoaks Pemilu dan pentingnya memverifikasi informasi dari sumber yang dapat dipercaya,” ujarnya.
Kedua, Kemenkominfo juga melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum dan penyelenggara platform media sosial untuk mengidentifikasi dan menangani penyebaran konten hoaks Pemilu.
Terakhir, Kementerian Kominfo meningkatkan upaya patroli siber dan penerimaan aduan masyarakat terkait hoaks Pemilu.
Budi mengakui bahwa langkah dan upaya tersebut tidak dapat serta merta menanggulangi peredaran konten hoaks Pemilu. Oleh karena itu, Budi mengimbau agar masyarakat jangan sampai terpancing berita sensasional yang berpotensi memicu emosi dan mendorong tidak membagikan berita tanpa mengecek kebenaran terlebih dahulu.
“Pastikan bahwa berita tersebut didasarkan pada fakta yang dapat dipertanggungjawabkan dan bukan hanya berdasarkan opini subjektif,” tegasnya.