Nilai Seleksi 700 MHz dan 26 GHz Diharapkan Terjangkau, Industri Telko Saturasi

Crysania Suhartanto
Rabu, 4 Oktober 2023 | 16:55 WIB
Petugas Telkomsel melakukan pemantauan kapasitas jaringan di salah satu daerah di Sumsel. istimewa
Petugas Telkomsel melakukan pemantauan kapasitas jaringan di salah satu daerah di Sumsel. istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - ICT Institute menyarankan kepada pemerintah untuk menerapkan nilai lelang yang rendah atau memberi insentif saat seleksi spektrum 700 MHz dan 26 GHz, mengingat kondisi industri telekomunikasi yang tidak sebaik dahulu atau sedang jenuh (saturasi).  

Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi bercerita, sekitar satu dekade lalu, pertumbuhan dari industri telekomunikasi bisa mencapai dua digit. Namun, saat ini, para pelaku industri telekomunikasi harus berpuas dengan pertumbuhan bisnis satu digit. 

“Kalau melihat yang dahulu dua digit dan dua digit tinggi, sekarang hanya satu digit, sehingga kita harus pertimbangkan untuk melakukan kalkulasi ulang terkait spektrum,” ujar Heru kepada Bisnis, Rabu (4/10/2023).

Heru menambahkan, hal ini menjadi makin parah karena biaya regulator atau regulatory cost dalam beberapa tahun terakhir bertambah mahal. 

Data Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (Atsi) mengungkapkan bahwa dalam 3 tahun terakhir komposisi regulatory cost terhadap pendapatan operator telah berada di atas 10 persen.

Menurut Coleago, itu  menandakan bahwa industri telekomunikasi dalam kondisi kurang baik. 

Pada 2020, komposisi ongkos regulator terhadap pendapatan sebesar 10,44 persen, turun menjadi 10,32 persen pada 2021 dan meningkat kembali menjadi 11,40 persen pada 2022. 

Lebih lanjut, tren beban biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi mengalami peningkatan sejak periode 2013-2022, dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 12,1 persen. Sementara itu, pada periode tersebut, pertumbuhan pendapatan rata-rata per tahun operator hanya 5,6 persen. 

Oleh karena itu, Heru berharap pemerintah dapat memikirkan bagaimana biaya spektrum ini dapat terjangkau operator telekomunikasi. Dikarenakan, lanjut Heru, hal ini akan berdampak pada kemauan para operator untuk ikut serta dalam seleksi spektrum.

Heru menambahkan jika memang metode yang akan digunakan adalah lelang, akan memberatkan operator. Apalagi jika skema yang digunakan adalah pelelangan bertahap, karena nantinya akan membuat biaya spektrum menjadi semakin besar.

Adapun Heru mengaku, seleksi spektrum frekuensi 700 MHz dan 26 GHz sangat dinantikan oleh para pemain industri telekomunikasi. 

“Sehingga diharapkan ini menjadi bagian dari upaya untuk menjawab tantangan krisis spektrum frekuensi yang sekarang khususnya 5G dibutuhkan frekuensi yang lebih besar,” ujar Heru. 

Heru mengatakan spektrum yang saat ini menjadi favorit dari operator adalah spektrum 700 MHz, karena low band sehingga dapat menjangkau area yang lebih luas dibandingkan frekuensi 26 GHz. 

“Milimater wave (26 GHz) itu memiliki kelemahan cakupan sinyal yang diberikan itu sangat kecil sehingga (operator) lebih cenderung menggunakan frekuensi di 700 MHz. Namun, (frekuensi 26 GHz) memang ada kebutuhan di juga bagi operator telekomunikasi, tetapi tidak sebesar dengan kebutuhan di 700 MHz,” ujar Heru. 

Diketahui, Kemenkominfo tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Kemenkominfo terkait spektrum frekuensi 700 MHz dan 26 GHz. Adapun RPM Kemenkominfo akan mengatur lima hal utama, mulai dari penetapan penggunaan pita, penggunaan teknologi, dan lain-lain.

Saat ini, RPM ini sudah dalam tahap konsultasi publik atau penerimaan masukan dari publik untuk menghasilkan regulasi yang lebih optimal.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper