Bisnis.com, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pemisahan aplikasi media sosial dengan e-commerce yang dilakukan TikTok tidak akan efektif. Data yang dimiliki TikTok masih dapat dibagi perusahaan terafiliasi atau sister company.
Periset Indef Nailul Huda mengatakan adanya dua aplikasi tidak akan memastikan algoritma aplikasinya akan berbeda. Hal ini dikarenakan sejauh ini juga belum ada batasan penggunaan data di aplikasi kedua untuk kepentingan aplikasi utamanya.
“Regulasi memisahkan media sosial dengan TikTokShop itu regulasi yang gak bertaji karena pada akhirnya algoritma di TikTok Shop bisa digunakan di TikTok sebagai media sosial,” ucap Huda kepada Bisnis, Senin (25/9/2023).
Singkatnya, Huda mengatakan pemisahan aplikasi tersebut hanya memberikan ruang yang lain antara TikTokShop dengan TikTok sebagai media sosial.
Padahal, menurut Huda yang menjadi masalah adalah model bisnis TikTok dan tindakan impor dalam harga murah yang dilakukan TikTok.
“Kita harus bisa bikin aturan yang mengatur social commerce dan barang impor. Ini malah harus pisahin aplikasi,” ujar Huda.
Menurut Huda, daripada pemerintah mengatur terkait hal pemisahan e-commerce dengan media sosial dari social commerce, alangkah baiknya jika pemerintah mengatur perizinan Tiktok terkait social commerce itu sendiri.
Memang, TikTok mengatakan pihaknya sudah memiliki izin berdagang di Indonesia. Menurut laman resminya, TikTok sudah memperoleh Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing Bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUP3A Bidang PMSE) dari Kementerian Perdagangan.
Namun, Huda mengatakan perizinan tersebut tidak sebagai social commerce, yang jelas memiliki model bisnis yang berbeda.
Huda dapat memastikan hal tersebut dikarenakan hingga berita ini ditulis masih belum ada regulasi terkait social commerce di Indonesia. “Social commerce aja belum ada aturannya,” ujar Huda.
Selain itu, Huda mengatakan yang seharusnya dikejar oleh pemerintah adalah perizinan dengan pengaturan yang sama dengan e-commerce, terutama soal pengenaan pajak.
“Mulai dari PPN sekaligus toko-nya harus mempunyai NPWP,” ujar Huda.