NASA Bongkar Penyebab Bumi 2023 Jadi yang Terpanas Dalam Sejarah

Arlina Laras
Minggu, 17 September 2023 | 04:00 WIB
Suhu panas
Suhu panas
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - NASA telah mengonfirmasi bahwa musim panas tahun ini, dengan gelombang panas yang sangat ekstrem di Amerika Utara, Eropa, Asia, dan di berbagai belahan dunia lainnya, adalah musim panas terpanas yang pernah tercatat di Bumi setidaknya sejak 1880.

Dalam konferensinya, Administrator NASA Bill Nelson menyampaikan panas yang sangat ekstrem ini secara langsung berkontribusi pada bencana alam yang mematikan.

“Lihat saja apa yang sudah terjadi di sekitar kita. Di mana, kita menghadapi banjir rekor di Vermont. Kita menghadapi suhu panas rekor di Phoenix dan di Miami. Kita memiliki bagian besar negara yang tertutup asap kebakaran hutan, dan tentu saja, apa yang kita saksikan secara langsung adalah bencana yang terjadi di Hawaii akibat kebakaran hutan,” katanya selama konferensi dilansir dari Space, Kamis (14/9/2023)

Merujuk pada awal pencatatan suhu global, penyebab utama dari panas rekor ini adalah pemanasan global yang dipicu oleh aktivitas manusia, dan situasi ini semakin diperparah oleh pola iklim yang berulang yang dikenal sebagai El Nino.

Dalam pernyataan yang merinci analisis tersebut, disebutkan bahwa Agustus saja memiliki suhu yang lebih tinggi sebesar 2,2° Fahrenheit (1,2° Celsius) dibandingkan dengan rata-rata musim panas, sehingga meliputi sekitar 57 juta orang di selatan dan barat daya Amerika Serikat dengan gelombang panas kategori paling parah.

Suhu selama Juni, Juli, dan Agustus kombinasi meningkat sekitar 0,41° Fahrenheit (0,23° Celsius) dibandingkan dengan semua musim panas sebelumnya.

Mereka mengaitkan panas rekor ini sebagian dengan El Nino, yang terjadi sekitar setiap dua hingga tujuh tahun ketika angin di atas Samudra Pasifik, yang biasanya bertiup ke barat sepanjang khatulistiwa dari Amerika Selatan menuju Asia, mengubah arahnya dan bertiup ke timur menuju pantai barat Amerika Serikat. Akibatnya, Kanada dan Amerika Serikat mengalami kondisi yang jauh lebih hangat dari biasanya.

Hal senada juga disampaikan seorang ilmuwan iklim dan ahli oseanografi di Laboratorium Propulsi Jet NASA di California Josh Willis, di mana timnya memprediksi dampak terbesar dari pola iklim ini akan terjadi pada bulan Februari hingga April 2024.

"Panas rekor selama musim panas ini, sebagian besar disebabkan oleh suhu permukaan laut yang sangat tinggi, yang didorong oleh kembalinya El Nino," katanya.

Di sisi lain, seorang ilmuwan iklim dan direktur Goddard Institute of Space Studies (GISS) Gavin Schmidt pada konferensi Juli, justru mengatakan pola cuaca alami seperti El Nino memberikan kontribusi yang sangat kecil terhadap perubahan iklim jika dibandingkan dengan aktivitas manusia yang mendorong pemanasan global.

Menurut penelitian lembaga, secara khusus porsi El Nino dalam memberikan peningkatan suhu sementara sekitar 0,1° Celsius. Sisanya, pemanasan global yang telah terjadi mendominasi total keseluruhan.

"Tanpa kontribusi manusia terhadap penyebab perubahan iklim, kita tidak akan melihat suhu seperti yang kita lihat sekarang," katanya.

Teranyar, analisis yang dilakukan GISS memperingatkan bahwa aktivitas manusia telah membawa dunia ke luar zona operasi yang aman.

Enam dari sembilan kendala planet yang dinamakan seperti itu dalam lingkungan global, yang menilai sejauh mana manusia telah menyimpang dari dunia pra-industri, telah dilanggar, temuan tim tersebut.

Pembaruan terbaru dari NASA juga datang setelah laporan lain dari Organisasi Meteorologi Dunia yang menyatakan bahwa negara-negara tidak berada pada jalur untuk mencapai tujuan jangka panjang yang sebelumnya disepakati dalam Perjanjian Paris untuk membatasi peningkatan suhu global.

Gelombang panas menjadi lebih umum dan lebih parah, tren yang para ilmuwan perkirakan akan terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, tetapi tahun ini menunjukkan bahwa mereka juga terjadi pada waktu yang tidak terduga.

Sebagai contoh, pada awal September 2023, gelombang panas tiga hari yang tidak biasa terjadi di New York City dan memecahkan rekor suhu setelah suhu naik 20° lebih tinggi dari biasanya.

"Sayangnya, perubahan iklim sedang terjadi. Hal-hal yang kami katakan akan terjadi benar-benar terjadi. Dan akan semakin buruk jika kita terus mengeluarkan karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfer kita,” tutupnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Arlina Laras
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper