Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan rintisan atau startup yang bergerak di bidang kesehatan diprediksi bakal tumbuh lebih cepat pada tahun ini seiring dengan disahkannya undang-undang kesehatan, yang memberikan kepastian kerangka kerja.
“Health tech ini menjadi akan lebih cepat lagi karena ditopang dengan framework dikeluarkannya Undang-undang Kesehatan yang baru,” ujar Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika 2014-2019 Rudiantara dalam paparannya di seminar Challenges of Accelerating Digital Transformation for Indonesia Economic Growth, Rabu (26/7/2023).
Rudiantara mengatakan dalam UU Kesehatan yang baru, ada ketentuan terkait data yang terintegrasi antardokter dan rumah sakit, sehingga pelayanan diharapkan akan lebih optimal.
Rudi pun mencontohkan jika seseorang memiliki komplikasi penyakit, otomatis riwayat penyakit orang tersebut harus dibagikan ke beberapa dokter. Adapun integrasi data tersebut tentu erat kaitannya dengan infrastruktur, perangkat lunak, ataupun pangkalan data atau data center.
“Itu peluang luar biasa untuk mengakselerasi pertumbuhan teknologi kesehatan,” kata Rudiantara.
Rudiantara juga berpendapat perusahaan rintisan lain berpotensi tumbuh pada tahun ini adalah perusahaan rintisan di sektor pendidikan. Hal ini tidak terlepas dari efek pandemi yang membuat segala sesuatu menjadi daring, termasuk institusi pendidikan nonformal.
Adapun industri startup di Asia Tenggara saat ini sedang dalam kondisi yang kurang optimal.
Pendanaan startup atau usaha rintisan di kawasan Asia Tenggara tercatat turun 56 persen pada semester I/2023.
Deal Street Asia dalam laporannya menyebut, startup di wilayah ini mendapatkan 403 kesepakatan pendanaan ekuitas dengan total hasil US$4,2 miliar pada semester I/2023.
“Ini menandai penurunan berturut-turut 30 persen dan 56 persen dari tahun ke tahun,” tulis laporan itu, dikutip Jumat (21/7/2023).
Nilai dan volume transaksi dari tahun ke tahun selama periode April-Juni 2023 mengalami penurunan, meski sedikit meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya.
Sementara itu, Indonesia tengah menghadapi penurunan volume kesepakatan yang konsisten selama empat kuartal terakhir. Di kuartal II/2023, Indonesia mencatat volume transaksi kuartalan terendah sejak kuartal IV/2020.
Sebelumnya, Indonesia disalip Thailand dalam nilai kesepakatan selama kuartal I/2023, Indonesia kembali disalip oleh Vietnam pada kuartal II/2023.
Sementara itu, Vietnam mengalami kebangkitan yang signifikan dalam volume kesepakatan setelah turun selama enam kuartal, sedangkan Thailand mengalami penurunan yang signifikan dalam aktivitas pendanaan, dengan pendanaan anjlok menjadi hanya US$39 juta pada kuartal II/2023 dibandingkan US$529 juta pada kuartal IV/2022 dan US$413 juta pada periode yang sama tahun lalu.