Bisnis.com, JAKARTA - Laporan dari Organisasi Kerja sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menyatakan lebih dari seperempat atau 27 persen pekerjaan manusia akan tergantikan dengan kecerdasan buatan (AI).
Sedihnya, OECD pun menyatakan bahwa ini baru permulaan dampak AI pada pasar kerja, karena revolusi AI yang masih ada di dalam tahap awal.
Sekretaris Jendral OECD, Mathias Cormann pun menyatakan bahwa pemerintah harus bersiap untuk membantu pekerja yang terdampak sekaligus memanfaatkan peluang yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan.
“Bagaimana AI pada akhirnya akan mempengaruhi pekerja di tempat kerja dan apakah manfaatnya akan lebih besar daripada risikonya, akan bergantung pada tindakan kebijakan yang kami ambil,” ujar Cormann dalam konferensi pers-nya.
Menariknya, kabar ini tidak sepenuhnya mengejutkan. Pasalnya, diskusi terkait kecerdasan buatan yang dapat mengambil alih pekerjaan manusia sudah ada sejak ChatGPT dan AI generatif lainnya diperkenalkan di dunia.
Alhasil karena kecanggihan teknologi tersebut, sejumlah pekerjaan yang rutin, berulang, manual, berketerampilan rendah, dan risiko tinggi akan memiliki peluang terbesar untuk diotomatisasi.
“Pekerjaan dengan risiko tertinggi yang menggunakan keterampilan rendah akan mudah untuk diotomatisasi,” ujar survei OECD.
Kendati demikian, mengutip dari India Today pada bulan lalu, Menteri Serikat Pekerja India, Rajeev Chandrasekhar optimis bahwa AI masih belum memiliki pemikiran yang logis dan bernalar, yang mana dibutuhkan di tempat kerja.
Oleh karena itu, AI masih belum dapat sepenuhnya menggantikan pekerjaan manusia, setidaknya pada saat ini.