Bisnis.com, JAKARTA - Satelit Republik Indonesia (Satria-1) yang telah sukses meluncur hari ini ternyata sempat mengalami terlambat dalam prosesnya, yakni selama 40 hari dari jadwal semula. Ternyata ada dua hal yang menjadi biang kerok.
Presiden Komisaris PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) Erry Riyana Hardjapamekas mengatakan terdapat dua hal utama yang menyebabkan proyek Satelit Satria-1 terhambat.
"Proyek Satelit Satria-1 sempat mengalami hambatan bukan saja karena pandemi [Covid-19], tetapi konflik Rusia dan Ukraina," katanya seperti dikutip dari siaran YouTube Kemenkominfo, Senin (19/6/2023).
Dia menceritakan Satelit Satria-1 diproduksi oleh perusahaan manufaktur antariksa Prancis, Thales Alenia Space (TAS). Proses produksi satelit berlangsung dari September 2020 hingga Mei 2023.
Setelah diproduksi, satelit berbobot 4,6 ton dengan tinggi 6,5 meter ini semula akan dikirim menggunakan pesawat kargo Antonov di Ukraina. Namun, karena terkendala konflik perang dengan Rusia, pengiriman dialihkan menggunakan kapal.
Pengiriman menggunakan moda transportasi laut membutuhkan waktu selama 17 hari dari Cannes, Prancis bagian Selatan, menuju lokasi peluncuran, yakni Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat.
"Ini yang menyebabkan proyek terlambat 40 hari dari jadwal semula," katanya.
Dia menuturkan Satelit Satria-1 memiliki kapasitas internet 150 Gbps atau merupakan yang terbesar di Asia dan nomor 5 di dunia.
Menurutnya, kapasitas tersebut lebih besar dari sembilan satelit yang masih aktif di Indonesia. Satelit yang memiliki masa hidup 15 tahun, nantinya akan dioperasikan oleh anak usaha PSN, yakni PT Satelit Nusantara Tiga.
Dalam proyek Satelit Satria-1, PSN menyiapkan 11 stasiun bumi (gateway). Selain di Cikarang dan Banjarmasin, stasiun bumi lainnya berada di Batam, Pontianak, Tarakan, Manado, Kupang, Ambon, Manokwari, Timika, dan Jayapura.
Adapun, PSN menjalin kerja sama dengan The North West China Research Institute of Electronic Equipment (NWIEE) untuk membangun antena yang digunakan pada 11 stasiun bumi tersebut.
PSN berkolaborasi dengan Kratos Defense dan Hughes Network Systems (HNS). Kratos Defense menyiapkan perangkat Carriers Spectrum Monitoring (CSM) Satelit Satria serta Monitoring & Control (M&C) untuk memonitor serta mengontrol perangat radio frequency di 11 stasiun bumi.