Bisnis.com, JAKARTA - Biaya proyek Satelit Satria-1 mengalami pembengkakan hingga US$90 juta atau Rp1,33 triliun akibat perang Rusia dengan Ukraina. Proyek yang awalnya memakan biaya US$450 juta meningkat jadi US$540 juta.
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan adanya perang tersebut berdampak pada proses transportasi atau pengangkutan Satelit Satria-1, yang membuat biaya menjadi meningkat.
"Satelit ini kan dirakit di Thales, Prancis. Mestinya diangkut Antonov, tetapi karena perang dan mungkin banyak [Antonov] yang rusak jadi diangkut lewat jalur darat dan itu memerlukan waktu, sehingga costnya jadi meningkat," kata Usman, Selasa (13/6/2023).
Sementara itu, Direktur Utama PT Pasifik Satelit Nusantara Tiga Adi Rahman Adiwoso menuturkan bahwa anggaran satelit multifungsi tersebut mengalami peningkatan US$ 90 juta dari dana awalnya US$450 juta.
Awalnya, ujar dia, dana tersebut diperuntukkan untuk pembiayaan satelit, roket, ground station dan lainnya.
"Tadinya kami perkirakan sekitar US$450 juta. Kami mengalami cost overrun sebanyak US$90 juta," imbuh Adi.
Kabar mengenai hancurnya pesawat Antonov memang telah ramai dibicarakan pada Maret 2022. Mantan Direktur Utama Bakti Anang Latif saat itu mengatakan bahwa pesawat Antonov dibom yang membuat pengangkutan satelit menjadi terganggu.
Akibat dari peristiwa itu, Satelit Satria tidak hanya dirugikan secara biaya namun berpotensi mengalami keterlambatan.
Satelit Satria-1 sendiri merupakan satelit khusus internet yang memiliki kapasitas 150 Gbps dan akan mendukung penyebaran akses layanan internet di 150.000 titik.
Sebagai satelit dengan teknologi baru, Satria memiliki risiko cukup tinggi baik saat peluncuran maupun saat operasi. Alhasil, pemerintah menyiapkan satelit mitigasi atau Hot Backup Satellite (HBS) untuk mengantisipasi hal yang tidak diingingkan.