Pergelaran 4G di Desa Non-3T Tidak Sesuai Tenggat, Ini Respons Menkominfo

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 4 Januari 2023 | 23:46 WIB
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate memberikan pemaparan saat wawancara dengan Bisnis Indonesia di Jakarta, Kamis (27/10/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate memberikan pemaparan saat wawancara dengan Bisnis Indonesia di Jakarta, Kamis (27/10/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengapresiasi upaya operator seluler yang berupaya menggelar jaringan 4G di perdesaan non-3T kendati pembangunan jaringan tidak sesuai tenggat. 

Kemenkominfo menilai pembangunan jaringan internet cepat di ribuan desa tersebut membutuhkan waktu lebih dari 2 tahun. 

“Tidak dapat diselesaikan semuanya [pada] 2022. Yang saya minta di pemerintahan Pak Jokowi ini, ada 3.435 desa dan kelurahan di wilayah komersial yang masih perlu dibangun base transceiver station (BTS) dan ini dibangun oleh operator seluler,” kata Menkominfo Johnny G. Plate di Cikarang, Rabu (4/1/2023). 

Sekadar informasi, pada 2020, Kementerian Komunikasi dan Informatikan mencatat terdapat 12.548 desa yang belum mendapat 4G. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.435 desa menjadi tanggung jawab operator seluler. Sisanya, 9.113 desa, akan dibangunkan 4G oleh pemerintah.

Menurut data konsultan Badan Aksesibilitas  Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) yang diterima Bisni pada 2020, dari total 3.435 desa, Indosat mendapat jatah pembangunan 4G di 645 desa non-3T, Tri Indonesia sebanyak 378 desa, XL Axiata sebanyak 861 desa, PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia sebanyak 10 desa dan Smartfren 50 desa. 

Sisanya, sekitar 1.491 desa menjadi tanggung jawab Telkomsel saat itu. Kemenkominfo memberi tenggat 2 tahun atau hingga Desember 2022 kepada operator untuk menggelar jaringan 4G di desa-desa non-3T. 

Saat itu, penggelaran 4G di perdesaan menjadi salah satu syarat perpanjangan pemanfaatan jaringan 4G di pita 850 MHz, 900 MHz dan 1800 MHz.

Adapun dalam perkembangannya Kemenkominfo lebih bersikap fleksibel dan menghargai upaya penggelaran 4G di perdesaan non-3T, kendati penyelesaian pembangunan meleset dari target. 

Masih ada beberapa desa non-3T yang belum terhubung 4G hingga Desember 2022. 

“Operator seluler sedang melaksanakannya [pembangunan 4G] dan saya lihat perkembangannya cukup baik. Pasti multiyears tidak mungkin tahun tunggal karena ini berkaitan dengan anggaran anggaran di korporasi masing-masing,” kata Johnny. 

Sementara itu,  Direktur & Chief Regulatory Officer Indosat Ooredoo Hutchison Danny Buldansyah mengatakan setelah merger, IOH memiliki kewajiban membangun 4G di 1.023 desa.

Dari jumlah tersebut, perusahaan telah menggelar jaringan 4G di 1.019 desa hingga Desember 2022. 

“Hanya tinggal 4 desa yang belum terbangun. Itupun karena masalah perizinan dan masalah keamanan,” kata Danny di Jakarta, Rabu (4/1/2023). 

Dalam hal keamanan, perseroan telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak. Perusahaan tidak ingin mengambil risiko dengan memaksa penggelaran di beberapa desa yang berada di Indonesia bagian Timur. 

Dia juga mengatakan bahwa beberapa desa yang menjadi tanggung jawab IOH telah terlayani oleh jaringan 4G. Perseroan lantas berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menentukan daerah yang belum terlayani 4G. 

“Kalau kami lihat dari 1.023 hanya tersisa 4 desa, itu sangat kecil. Bukan kami tidak bisa, tetapi masih menunggu koordinasi dengan pemerintah,” ujarnya. 

Group Head Corporate Communications XL Axiata Retno Wulan mengatakan, perseroan berkomitmen untuk selalu mendukung pemerintah dalam melakukan pembangunan infrastruktur dan penyediaan layanan telekomunikasi  di berbagai wilayah di Indonesia. 

Untuk pembangunan di wilayah non-3T, XL Axiata akan mendukung untuk pembangunan di 861 desa, dan hingga saat ini sudah terealisasi sebanyak 775 desa.

XL Axiata masih terus melanjutkan pembangunan jaringan 4G di 86 desa yang belum terlayani 4G, yang menjadi bagian XL Axiata. 

Wulan mengatakan terdapat sejumlah tantangan dalam menggelar jaringan di daerah non-3T seperti kondisi geografis/lokasi desa-desa yang sulit dijangkau atau memiliki aksesibilitas terbatas, ketersediaan infrastruktur pendukung seperti suplai listrik yang terbatas dan sebagainya. 

“Tantangan lainnya adalah perubahan atas wilayah/desa-desa yang menjadi target pemenuhan kewajiban untuk pembangunan karena perkembangan situasi dan kondisi di lapangan,” pungkasnya. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Nancy Junita
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper