Kaleidoskop 2022: Operator Telekomunikasi Gencar Kolaborasi Tangkal Resesi

Rahmi Yati
Senin, 26 Desember 2022 | 17:45 WIB
Teknisi melakukan perawatan Base Transceiver Station (BTS) di menara kawasan Gunung Pancar, Kabupaten Bogor, Selasa (30/8/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Teknisi melakukan perawatan Base Transceiver Station (BTS) di menara kawasan Gunung Pancar, Kabupaten Bogor, Selasa (30/8/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Sektor telekomunikasi tidak bisa terbebas dari dampak resesi yang diramalkan terjadi pada tahun depan, kendati bisa lebih memiliki resiliensi dibandingkan dengan industri lain.

Dampak dari resesi global, yang dipercaya tidak terjadi di Indonesia, masih bisa memberikan tekanan terhadap bisnis telekomunikasi. Sebagian pengusaha menganggapnya sebagai tantangan yang perlu dicarikan solusi.

"Dalam menghadapi tantangan industri dan ancaman resesi global, para perusahaan telekomunikasi dunia harus melakukan berbagai strategi," kata Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Ririek Adriansyah, Rabu (30/11/2022).

Salah satu strategi yang dilakukan industri adalah dengan memisahkan bisnis dalam satu grup berdasarkan masing-masing portofolionya, seperti bisnis menara, serat optik, pusat data, dan lainnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan valuasi aset dan membuka peluang untuk network sharing dalam rangka mendorong efisiensi.

Tak hanya itu, dia menyebut perusahaan telekomunikasi Indonesia juga melakukan konsolidasi dan akuisisi sebagai usaha meningkatkan efisiensi dan layanan kepada masyarakat. Dampak ancaman resesi yang dirasakan industri telekomunikasi di antaranya adalah pertumbuhan yang melambat dikarenakan konsumsi pelanggan yang menurun.

Bukan itu saja, ancaman resesi juga berdampak pada harga layanan data yang makin rendah serta biaya operasi dan biaya modal yang makin meningkat. 

Dia berharap dengan sinergi dan kolaborasi tersebut, industri telekomunikasi dapat bertahan menghadapi berbagai tantangan ke depan serta terus mendorong petumbuhan industri dan ekonomi yang lebih sehat.

Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menilai industri telekomunikasi bisa jadi solusi dari gelapnya ancaman resesi global.

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kemenkominfo Ismail mengatakan berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam melindungi industri digital dari gelapnya ekonomi dunia.

"Ketika kita bicara resesi global, maka industri telekomunikasi menurut saya adalah solusi. Jadi industri ini saat ini merupakan sebuah industri yang jadi tumpuan harapan dari berbagai sektor yang lain," ucap Ismail.

Lebih lanjut dalam menghadapi tantangan perlambatan ekonomi dunia, Ismail menyebut ada 4 empat strategi yang disiapkan pemerintah seiring perubahan dalam industri digital yang tadinya bertumpu pada infrastruktur, beralih ke platform, aplikasi dan konten.

Pertama, Kemenkominfo melakukan deregulasi lewat Undang-undang Cipta Kerja yang memberikan kebebasan pelaku industri untuk kolaborasi, sharing infrastruktur dan sharing spektrum. Dari UU Cipta Kerja ini, pemerintah juga mendorong program peralihan tv analog ke digital atau Analog Switch Off (ASO). 

Kebijakan ini disebut dapat menghasilkan spektrum frekuensi 700MHz yang bisa dimanfaatkan untuk pergelaran infrastruktur yang lebih efisien.

Kedua, perubahan posisi pemerintah dari regulator menjadi investor. Bukan untuk menjadi kompetitor, tetapi Kemenkominfo hadir untuk kepentingan publik yang hasilnya bisa dikerja samakan dengan operator.

Ketiga, mengembangkan literasi digital agar infrastruktur digital bisa dimanfaatkan dengan baik dan membangun data center nasional untuk layanan publik yang lebih baik dan berorientasi pada keamanan. Keempat, pemerintah mendorong ekosistem digital dengan pemanfaatan infrastruktur.

Adapun dalam menciptakan perusahaan telekomunikasi dan internet digital kelas dunia yang lebih besar, sejumlah operator telekomunikasi telah saling berkolaborasi.

Di antaranya, PT Indosat Ooredo Tbk. (ISAT) yang resmi merger dengan PT Hutchison 3 Indonesia atau Tri Indonesia pada 4 Januari 2022. Merger ini melahirkan entitas baru bernama PT Indosat Ooredo Hutchison (IOH).

"Kombinasi Indosat dan H3I akan menciptakan perusahaan telekomunikasi dan internet digital kelas dunia yang lebih besar sehingga memberikan nilai lebih bagi pemegang saham, pelanggan, serta Indonesia," papar manajemen Indosat dalam keterangan resmi.

Setelah merger, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) telah mengintegrasikan 18.000 titik jaringan dari target 43.000 titik pada Januari 2023.

SVP-Head Corporate Communications Indosat Ooredoo Hutchison Steve Saerang mengatakan integrasi tersebut memberikan peningkatan layanan indoor coverage dan penambahan kapasitas dengan pemanfaatan kerapatan sites dan lebar pita dari jaringan sebelumnya.

Saat ini, sambungnya, IOH sedang melakukan proses integrasi jaringannya dengan teknologi Multi Operator Core Network (MOCN).

"Saat prosesnya selesai di akhir 2022, pelanggan akan menikmati jaringan yang lebih luas, kualitas indoor service yang lebih baik, dan pengalaman internetan yang lebih cepat," tutur Steve, Kamis (1/9/2022).

Sementara itu, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) berencana melebur dua anak usahanya yakni layanan fixed broadband IndiHome dan seluler Telkomsel. Kolaborasi ini ditargetkan rampung tahun depan.

Vice President Marketing Management Telkom E. Kurniawan mengatakan sedang menghitung valuasi di produk IndiHome agar ketika terjadi Fixed Mobile Convergence (FMC), ada penggabungan secara bisnis.

"Mudah-mudahan on schedule. Ini paling awal tahun 2023 sudah mulai sign untuk lebih ke staging kedua," ujar Kurniawan usai diskusi Digital Telco Outlook 2023 di Jakarta, Selasa (6/12/2022).

Menurutnya, nanti setelah valuasi disepakati, kemungkinan proses komersialisasi FMC ini baru berjalan pada kuartal II/2023.

Dia mencontohkan, bentuk produk FMC yang sedang digarap IndiHome dan Telkomsel adalah produk bundling yang dinamakan IndiHome Orbit dan produk Smooa yang sudah diluncurkan sejak Oktober 2020.

Melalui penggabungan ini, pada akhirnya Telkomsel akan lebih fokus kepada layanan Business to Costumer (B2C) dan Telkom di sisi Business to Business (B2B).

Langkah penggabungan layanan fix broadband dan seluler telah lebih dulu dilakukan PT XL Axiata Tbk. (EXCL) yang bersama Axiata Group Bhd menandatangani Perjanjian Jual Beli Saham Bersyarat (PJB) untuk mengakuisisi 66,03 persen saham emiten Grup Lippo, PT Link Net Tbk. (LINK).

Emiten telekomunikasi itu mengakuisisi saham LINK dari kepemilikan Asia Link Dewa Pte Ltd (ALD) dan PT First Media Tbk (KBLV). Harga pembelian yang telah disepakati senilai Rp4.800 per saham biasa atau sekitar Rp8,72 triliun.

Presiden Direktur & CEO XL Axiata Dian Siswarini mengaku seiring dengan meningkatnya permintaan layanan digital, pihaknya bersiap mewujudkan visi untuk menjadi operator konvergensi terkemuka di Indonesia.

XL Axiata bahkan telah meluncurkan produk kolaborasi pertama pasca rampungnya proses akuisisi dengan Link Net, yakni layanan konvergensi internet untuk kebutuhan di dalam dan di luar rumah.

Group Head Mass Segment XL Axiata Lyra Filiola mengatakan tengah dalam proses mengeksplorasi kesempatan apa saja yang bisa disinergikan bersama, dan produk ini merupakan awal kolaborasi keduanya.

"Jadi ada banyak kesempatan yang sedang di elaborasi oleh internal, tetapi tentunya produk kolaborasi ini justru yang terdepan dan awal dari kolaborasi kita kepada market sebagai kelanjutan dari kolaborasi XL dan Link Net," katanya saat peluncuran, Kamis (20/10/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rahmi Yati
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper