Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) mengatakan perusahaan rintisan yang ingin melakukan Initial Public Offering atau IPO tidak perlu berstatus unicorn.
Ketua Umum Amvesindo Eddi Danusaputro mengatakan startup yang ingin melantai di bursa perlu memiliki valuasi di atas US$1 miliar. Eddi mengatakan beberapa startup yang belum berstatus unicorn sudah banyak di melantai terlebih dahulu dibandingkan berstatus unicorn.
Seperti, cashlez (CASH) , M-Cash (MCAS), pegiji (PGJO) dan Wir Group (WIRG). "Banyak startup belum menjadi unicorn melakukan IPO, kan bisa di papan akselerasi, pengembangan dan papan utama," ujar Eddi dalam acara 'Exit Mechanisms for Investors & Startup Companies (IPO vs Acquisition)', Selasa (6/12/2022).
Eddi juga menekankan IPO bagi startup bukan akhir dari tujuan. Lebih lanjut, untuk mendapatkan pendanaan masih bisa dilakukan dengan cara fundraising, dan menjadi perusahaan yang menguntungkan.
IPO pun bisa memberikan manfaat lain seperti memberikan tingkat kepercayaan lebih ke platform, vendor, consumer, rekan bisnis, dan lainnya.
"IPO is not the end goal dan bukan tujuan dari segala-galanya," tegas Eddi.
Di sisi lain, MDI Ventures modal ventura milik Telkom lebih memilih mendanai atau mengakuisisi startup di fase awal dibandingkan saat melakukan IPO.
Managing Partner MDI Ventures Kenneth Li mengatakan ketika startup diakuisisi, investor yang sudah memberikan pendanaan dengan mendapatkan pendanaan tersebut. Sedangkan ketika IPO, adanya ketidakpastian dengan harga saham.
Terlebih adanya peraturan POJK 25/2017 mewajibkan lock-up atas saham suatu pihak yang memperoleh saham perusahaan dalam waktu 8 bulan sebelum pernyataan pendaftaran disampaikan kepada OJK dengan harga di bawah harga IPO. Lock-up tersebut berlaku selama 8 bulan sejak tanggal pernyataan efektif IPO.
"Kami lebih memilih Acquisition, Why? Karena itu clean. Uangnya langsung masuk," ujar Kenneth dalam acara yang sama.