Bisnis.com, JAKARTA - Startup yang berada di vertikal e-commerce diprediksikan akan tetap bertahan di tahun depan meskipun adanya ancaman resesi.
Ketua Umum Amvesindo Eddi Danusaputro mengatakan startup di bidang e-commerce yang menjual kebutuhan sehari-sehari akan dapat bertahan pada 2023, sedangkan e-commerce yang berjualan barang mewah atau bukan barang primer akan kehilangan daya tariknya di mata investor.
"Karena masyarakat akan mengerem keperluan yang tidak perlu terlebih dengan adanya ancaman resesi," ujar Eddi kepada Bisnis.com, beberapa waktu lalu.
CEO BNI Ventrues ini juga menilai startup yang masih seksi dan jadi incaran terutama yang bergiat di sektor-sektor yang tidak terpengaruh dampak resesi global.
Misalnya, teknologi finansial, kesehatan, teknologi pangan, serta startup terkait agrikultur.
Meskipun begitu, Dia masih memprediksi pendanaan startup akan lebih selektif dan sulit pada tahun depan. Investor lokal maupun global pastinya akan terdampak ancaman resesi dan inflasi, sehingga menyebabkan cost of capital akan naik.
"Investor akan lebih selektif, jadi tidak seperti dulu yang investor akan membiayai banyak startup," jelas Eddi.
Senada dengan Eddi, Direktur Celios Bhima Yudhistira menilai startup yang bergerak di bidang business to consumer (B2C) atau e-commerce akan menjadi primadona pendanaan. Hal ini sejalan dengan konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,39 persen pada kuartal III/2022.
Bhima mengatakan pendanaan startup ke depannya masih akan terus moncer tetapi dengan kriteria yang lebih ketat.
Investor, terutama asing akan menilai sejauh mana startup dapat mengejar profitabilitas dibandingkan dengan menarik konsumen melalui promosi dan diskon.
Lebih lanjut Bhima mengatakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang terjaga sebenarnya peluang bagi pengembangan startup berbasis B2C.
"Tapi yang jadi perhatian, sejauh mana e-commerce bisa masuk ke ranah omnichannel," jelas Bhima.
Hal ini dikarenakan pola konsumsi masyarakat pasca pandemi akan berangsur kembali ke belanja offline atau toko fisik.