Bisnis.com, JAKARTA - Kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) dinilai terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi di Tanah Air. Adapun kejahatan ini merupakan kekerasan langsung pada seseorang yang didasarkan pada seksualitas atau jenis kelaminnya dan difasilitasi teknologi.
Menurut Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani, sesuatu digolongkan KBGO bila pelaku memiliki motif untuk menyerang seksualitas maupun jenis kelamin penyintas.
"Bila tidak maka tergolong kekerasan umum di ranah digital," katanya dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (11/8/2022).
Christina memerinci, terdapat beberapa bentuk KBGO yang biasanya terjadi di ranah digital. Di antaranya, Revenge Porn, yakni penyebaran konten intim korban atas dasar ketidaksukaan pelaku terhadap perbuatan korban.
Selanjutnya Grooming/Live Scam. Ini merupakan bentuk kejahatan yang biasanya terjadi pada pasangan. Pelaku melibatkan perasaan dengan pura-pura bersikap romantis dan mencintai korban dengan niat untuk melakukan penipuan.
Kemudian ada bentuk KBGO yang dikenal dengan Sextortion. Ini merupakan penyebaran konten intim dengan tujuan pemerasan (uang/kontem intim lainnya).
"Ada juga cyber-harassing, yang membanjiri akun korban dengan komentar yang menggangu, mengancam atau menakut-nakuti korban untuk tujuan atau keinginan seksual. Terakhir Sexting berupa pengiriman foto alat kelamin atau ujaran ujaran tidak senonoh," terang Christina.
Sebagai informasi, berdasarkan data Komnas Perempuan pada 2021, jumlah aduan kasus khusus KBGO mencapai 1.721. Sementara dari ECPAT Indonesia pada 2020, dari 1.203 anak yang disurvei di 13 provinsi, 287 di ataranya pernah menerima teks/gambar/video yang tidak sopan dan mengandung unsur pornografi.
LBH Apik juga mencatat ada 489 kasus KBGO pada 2021. Selama masa pandemi Covid-19, jumlahnya meningkat hingga tiga kali lipat karena keseharian masyarakat dipenuhi dengan aktifitas digital.