Startup e-Commerce Sulit Tembus Pasar Luar Jawa, Ini Alasannya

Ahmad Thovan Sugandi
Rabu, 16 Februari 2022 | 00:58 WIB
Ilustrasi penggunaan platform e-commerce/Freepik.com
Ilustrasi penggunaan platform e-commerce/Freepik.com
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Startup e-commerce dinilai masih menemui sejumlah kendala saat hendak melakukan penetrasi pasar di luar Pulau Jawa.

Peneliti ekonomi digital Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menyebut, UMKM di luar Jawa belum banyak yang terintegrasi ke teknologi digital dan platform e-commerce.

"Itu pun kalau kita lihat, makin jauh lokasinya dari Jawa, bisa dibilang relatif belum masif unit usaha [khususnya UMKM] yang masuk ke ekosistem digital," ujarnya, Selasa (15/2/2022).

Menurut Huda, pasar pelaku startup e-commerce untuk saat ini paling banyak di Pulau Jawa, karena tingkat literasi digital dan infrastruktur internet yang memadai. Selain itu, banyak kelas menengah yang sudah terbiasa dengan layanan digital.

Dia menjelaskan, dengan ongkos kirim (ongkir) yang lebih mahal membuat para pelaku startup kesulitan menembus pasar luar Pulau Jawa. Adapun, penetrasi pasar di Pulau Jawa lebih mudah dengan adanya promo dan biaya ongkir yang lebih murah.

Selain terkendala infrastruktur, Huda mengatakan, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) juga menjadi kendala ekspansi platform e-commerce ke luar Jawa. Tingkat literasi teknologi digital di kalangan masyarakat juga dianggap kendala tersendiri bagi kalangan startup.

Dengan kondisi itu, para platform digital kesulitan memasarkan jasa dan produknya. Menurut Huda keberadaan satelit baru nantinya tidak akan banyak berdampak bila infrastruktur logistik dan kualitas SDM tidak ditingkatkan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam Survei E-Commerce 2021 mencatat terdapat 1.774.589 usaha yang menggunakan teknologi digital (75,15 persen) dari total usaha yang telah terdigitalisasi di Indonesia (2.361.423 usaha), persebaran usahanya masih terpusat di Pulau Jawa.

Selain itu juga ditemukan fakta mayoritas menggunakan pesan instan dan media sosial sebagai media penjualan dan bukan platform e-commerce. Adapun, mayoritas pendidikan penanggung jawab/ pemilik usaha adalah sekolah menengah atas atau SMA/SMK sederajat (75,36 persen).

Hasil survei mengkonfirmasi lebih dari separuh (54,66 persen) para pemilik usaha berjualan online melalui media sosial, seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan sebagainya. Selanjutnya, hanya 21,64 persen usaha yang memiliki akun penjualan di marketplace/ platform digital.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper