Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menggelontorkan dana hingga Rp75 triliun sejak 2019 - 2022 untuk pembangunan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Dengan dana yang digelontorkan tersebut pemerintah berharap terjadi pemerataan infrastruktur telekomunikasi.
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Hadianto mengatakan untuk mendukung transformasi digital Indonesia, pemerintah telah menetapkan kegiatan strategis di bidang teknologi informasi dan komunikasi, dengan fokus utamanya adalah membangun infrastruktur digital dan memperluas jangkauan internet di seluruh Indonesia.
Pemerintah, kata Hadianto, melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus mendorong transformasi digital dengan melakukan investasi di bidang infrastruktur digital.
“Total investasi untuk infrastruktur digital sejak 2019 hingga 2022 mencapai Rp75 triliun,” kata Hadianto di Jakarta, Selasa (25/1/2022).
Hadianto menjelaskan investasi di sektor infrastruktur digital terus meningkat selama periode 2019 - 2022. Pada 2019 investasi yang digelontorkan pemerintah mencapai Rp7 triliun, meningkat menjadi Rp10 triliun pada 2020, meningkat kembali tiga kali lipat menjadi Rp32 triliun pada 2021 dan pada tahun ini turun menjadi Rp25 triliun.
Anggaran tersebut digunakan untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur telekomunikasi, memastikan ketersediaan akses yang merata, mendorong transformasi digital di sektor ekonomi dan pemerintahan, membangun pangkalan data nasional dan membangun sistem informasi pemerintahan berbasis elektronik.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melalui Badan Layanan Umum Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BLU BAKTI) baru saja menandatangani perjanjian kerja sama penggelaran Base Transceiver Station (BTS) 4G untuk melayani masyarakat di wilayah 3T, dengan Telkomsel dan XL Axiata.
Menkominfo Johnny G. Plate mengatakan kontrak kerja sama penyediaan layanan seluler BTS di Wilayah 3T untuk memastikan tidak ada desa dan kelurahan yang blankspot. Pembangunan di desa-desa menghadapi banyak tantangan.
“Membangun wilayah 3T tidaklah mudah, tantangan-tantangannya tidak saja tantangan geografis melewati gunung, bukit, ngarai, sungai, lembah, selat dan laut. Tetapi juga tantangan kultural di mana harus menyesuaikan dengan kebiasaan dan adat setempat,” kata Johnny.
Tantangan lainnya, kata Johnny, adalah administratif birokrasi, baik itu lintas kementerian dan lembaga maupun kerja bersama pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota bahkan sampai pemerintahan desa.
Selain itu, terdapat juga tantangan keamanan dan ketertiban masyarakat atau Kamtibmas, di mana ancaman baik terhadap infrastruktur fisik maupun manpower yang hadir dan membangun di wilayah tersebut.
“Ini merupakan satu pekerjaan yang luar biasa tantangannya, sehingga amanat-amanat ini harus dilaksanakan dengan baik,” kata Johnny.