Rencana Penerapan Denda Besar, Operator Seluler Dipaksa Bangun Jaringan?

Leo Dwi Jatmiko
Jumat, 21 Januari 2022 | 15:36 WIB
Teknisi melakukan pemeriksaan perangkat BTS di daerah Labuhan Badas, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (26/8). Bisnis/Abdullah Azzam
Teknisi melakukan pemeriksaan perangkat BTS di daerah Labuhan Badas, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (26/8). Bisnis/Abdullah Azzam
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana penerapan denda besar bagi operator seluler yang tidak memenuhi komitmen pembangunan jaringan dinilai sebagai upaya mendorong operator untuk gelar jaringan sesuai janji.

Pemerintah diminta bijak untuk menerapkan kebijakan ini. Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan rencana pengenaan denda sudah diwacanakan sejak lama oleh pemerintah.

Menurutnya harus ada rasional pengenaan denda termasuk besarannya, sebelum memutuskan untuk memberi sanksi kepada operator seluler.

Nilai denda sebesar Rp2 miliar yang akan ditetapkan pemerintah, menurut Heru, dihitung dari nilai belanja modal (capital expenditure/capex) untuk satu Base Transceiver Station (BTS) atau pemancar di satu desa.

“Operator akan memilih membangun daripada kena denda,” kata Heru, Jumat (21/1/2022).

Heru menambahkan besaran denda sebenarnya bisa didiskusikan untuk mencari nilai yang pas sebagai efek jera agar operator membangun sesuai komitmen mereka. Hanya saja, sebelum memberikan sanksi pemerintah harus mencari tahu terlebih dahulu alasan sebuah desa tidak dibangun jaringan.

Beberapa faktor teknis seperti ketersediaan listrik, hingga perizinan yang sulit, diduga menjadi salah satu penyebab operator telekomunikasi tidak kunjung membangun jaringan di sebuah desa.

Selain itu, kata Heru, untuk operator yang memenuhi komitmen pembangunan jaringan seharusnya mendapat ‘hadiah’ atas komitmen mereka. Sehingga ada sistem hadiah dan sanksi dalam pemenuhan komitmen penggelaran jaringan.

“Jangan dilupakan adalah reward bagi yang membangun sesuai komitmen,” kata Heru.

Sebelumnya, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (Atsi) meminta kepada pemerintah untuk mengkaji kembali rencana penerapan sanksi administratif untuk penyelenggara telekomunikasi bergerak.

Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pemerintah akan memberikan sanksi administratif bagi perusahaan telekomunikasi bergerak yang melanggar sejumlah aturan.

Beberapa aturan dimaksud di antaranya tentang pemenuhan komitmen penggelaran jaringan dan kepatuhan terhadap perlindungan data pribadi. Pemerintah berencana menerapkan denda jika operator tidak dapat memenuhi komitmen penggelaran jaringan.

Denda per Desa/Kelurahan yang tidak terlayani sesuai komitmen pembangunan penyelenggara jaringan bergerak seluler besarannya mencapai Rp2 miliar. Besaran denda tersebut dihitung berdasarkan biaya pembangunan (capex) dan biaya operasional (opex) selama 1 tahun untuk 1 site yang diasumsikan hanya melayani 1 desa saja.

Sebagai gambaran operator A berkomitmen membangun jaringan di 300 desa hingga 2025. Namun realisasinya hanya mencapai 280 desa hingga tenggat.

Pemerintah akan memberikan teguran hingga tiga kali. Jika tidak kunjung membangun, akan dikenakan sanksi administratif dengan nilai sekitar Rp40 miliar ([300-280] x Rp2miliar = Rp40 miliar).

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper