Perlindungan Pemerintah ke Industri Telekomunikasi Dinilai Kurang

Leo Dwi Jatmiko
Senin, 22 November 2021 | 18:51 WIB
Teknisi memasang prangkat base transceiver station (BTS) disalah satu tower di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (18/3/2020).
Teknisi memasang prangkat base transceiver station (BTS) disalah satu tower di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (18/3/2020).
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Proteksi terhadap pemain di industri telekomunikasi yang dilakukan oleh pemerintah dinilai tidak merata.

Pemerintah diharapkan bisa lebih memperhatikan perusahaan telekomunikasi yang melebur untuk menjamin penggabungan usaha memberi manfaat tidak hanya bagi masyarakat, juga bagi keberlanjutan bisnis perusahaan swasta yang merger.

Secara berturut-turut aset dan frekuensi Indosat disita oleh pemerintah setelah Indosat menyatakan keinginannya untuk melebur dengan PT Hutchison 3 Indonesia. Gabungan keduanya diprediksi akan melahirkan perusahaan besar dengan pendapatan tahunan mencapai US$3 miliar.

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura menduga disitanya aset dan frekuensi Indosat oleh pemerintah karena Indosat berpotensi menjadi pemain yang besar di industri telekomunikasi. Indosat juga berpeluang tumbuh lebih cepat dengan penggabungan usaha dan aset-aset yang dimiliki.

Dia menilai ada kekhawatiran di pemerintah mengenai kekuatan besar dari gabungan kedua perusahaan.

“Pemerintah setuju Indosat merger, hanya dibatasi agar tidak menjadi nomor satu,” kata Tesar, Senin (22/11/2021).

Dia menambahkan jika pemerintah ingin menegakan hukum di industri telekomunikasi, maka pemerintah harus menegakkannya ke semua perusahaan telekomunikasi dan bersikap adil.

Sementara itu, Direktur Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala mengatakan perlindungan terhadap pemain di industri telekomunikasi merupakan bagian dari tanggungjawab Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) selaku regulator.

Tugas perlidungan tersebut sebenarnya dapat dilakukan lebih optimal seandainya Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) masih ada saat ini.

“Kemenkominfo nampak tidak ada upaya perlindungan terhadap industri. Ini catatan mahal, karena ini mungkin akibat tidak adanya Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI),” kata Kamilov.

Dia mengatakan seharusnya Indonesia memiliki badan regulasi yang independen dan tidak berpihak. Jika pemerintah dapat menghidupkan kembali BRTI, maka itu merupakan suatu prestasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper