Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia perlu menghadirkan banyak Satelit Nano untuk mendukung berbagai kegiatan di Tanah Air.
Satelit Nano yang berbentuk sangat kecil jika dibandingkan dengan satelit konvensional, diyakini tidak optimal fungsinya jika diluncurkan dalam jumlah sedikit.
Ketua Pusat Kajian dan Regulasi Telekomunikasi Institute Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan pemanfaatan Nano Satelit akan optimal jika melibatkan banyak satelit. Memiliki bentuk yang jauh lebih kecil dari satelit biasa, fungsi satelit Nano terbatas.
“Makin banyak Satelit Nano yang diluncurkan, makin bagus. Tantangannya di jumlahnya,” kata Ian, Senin (25/10/2021).
Ian memperkirakan pemanfaatan Satelit Nano di Tanah Air nanti masih sebatas untuk penelitian kondisi luar angkasa dan komunikasi sederhana. Sebelum satelit utama diluncurkan, butuh sebuah benda kecil yang dilontarkan ke angkasa untuk membaca situasi di atas.
Satelit Nano Indonesia sendiri, menurut Ian, masih harus dikembangkan agar memiliki kemampuan yang lebih baik lagi ke depannya.
“Satelit Nano akan membaca seberapa panas kondisi luar angkasa, apakah satelit akan terbakar jika diluncurkan?” kata Ian.
Sekadar informasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berencana untuk meluncurkan Nano Satelit.
Pada 2019, Satelit Nano buatan Universitas Surya dikabarkan siap diluncurkan di Jepang. Satelit Nano dengan nama Surya Satelit 1 (SS-1) berbentuk kotak (CubeSat).
Satelit Nano memiliki kelebihan yaitu ongkos pembuatan yang murah dan mudah diluncurkan. Namun, karena bentuknya yang kecil, manfaat yang diberikan juga tidak akan maksimal.
Beberapa sumber menyebutkan harga satu unit Nano Satelit sekitar Rp700 juta - Rp1 miliar. Peluncuran Satelit Nano dapat dilakukan bersama dengan satelit konvensional. Bentuknya yang ringkat memungkin Satelit Nano menempel di satelit konvensional.