Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan rintisan dengan model business to business (B2B) diprediksi masih akan tertinggal dari startup dengan model business to customer (B2C), karena perbedaan pasar yang diincar.
Meski demikian, secara kesehatan kinerja, perusahaan rintisan B2B dinilai lebih baik dibandingkan dengan startup yang mengincar pasar B2C.
Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura menilai, dominasi segmen B2C dalam jumlah unikorn di Asia Tenggara, disebabkan oleh peningkatan valuasi yang lebih mudah.
Perusahaan rintisan cukup menebar promo secara besar-besaran secara konsisten untuk mendongkrak nilai transaksi dan valuasi. Alhasil, mereka dapat tumbuh sebagai unikorn dengan lebih cepat.
“B2C yang dilihat adalah valuasi. Jika tujuannya startup hanya ingin jadi unicorn, maka kejar ritel atau B2C,” kata Tesar, Rabu (13/10/2021).
Adapun, jika tujuan perusahaan rintisan untuk menjadi perusahaan yang untung dan andal, menurut Tesar, pasar korporasi lebih baik.
Dia mengatakan, perusahaan rintisan yang mengincar segmen B2B memiliki perhitungan bisnis dan pemasukan yang lebih jelas.
Perusahaan rintisan segmen B2B, perkiraan Tesar, jumlahnya tidak akan pernah lebih besar dibandingkan dengan B2C yang menjadi unikorn. Model perhitungan kedua perusahaan pun berbeda.
“Kalau B2B sudah pasti jarang ada unikorn karena cara bermainnya berbeda. Real perusahaan adalah B2B,” kata Tesar.