Bisnis.com, JAKARTA - Menara dan tiang-tiang berukuran kecil menjadi kebutuhan dalam penggelaran layanan 5G. Tiang-tiang teknologi generasi kelima harus dibuat berdekatan mengingat misi kritis yang dipikul oleh teknologi baru tersebut.
Seperti diketahui 5G mampu memberikan kecepatan internet dengan latensi di bawah 1 milidetik. Kekuatan itu akan digunakan untuk menggerakan operasional kritis seperti mesin robotik dan lain sebagainya. Kondisi ini diyakini dapat menjadi pemicu pertumbuhan bisnis menara telekomunikasi ke depan.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan prospek bisnis menara masih cerah sepanjang ada kebutuhan operator telekomunikasi untuk menempatkan perangkat base transceiver station (BTS) di menara telekomunikasi.
Dengan hadirnya 5G, kata Heru, mengindikasi permintaan operator akan masih ada, bahkan berkembang ke tiang-tiang (pole) mikrosel dan minisel. Operator seluler akan makin membutuhkan kehadiran menara.
“Karena arah 5G untuk fixed broadband dan jangkauan yang berupa sel lebih kecil,” kata Heru, Selasa (12/10/2021).
Adapun mengenai kondisi di mana jaringan 5G operator seluler nampak belum berkembang, kata Heru, layanan 5G saat ini masih dapat tahap pengenalan dan pematangan. Wajar jika cakupan jaringan belum besar.
Butuh waktu sekitar 2 tahun untuk membentuk ekosistem 5G. Artinya, pada 2023-2024, jaringan 5G yang lebih baik baru akan terlihat pertumbuhannya.
“Hasilnya [pengenalan] baru bisa kita lihat 2 tahun ke depan,” kata Heru.
Heru juga menjelaskan mengenai kondisi menara kosong di kawasan Timur Indonesia, diduga karena usia menara masih baru sehingga belum ada penyewa.
Meski demikian, kata Heru, internet lebih dari sekadar permintaan, merupakan kewajiban untuk menghadirkannya ke pelosok negeri.
“Kewajiban negara memenuhi hak asasi rakyat Indonesia untuk dapat mengakses internet sesuai arahan Persatuan Telekomunikasi Internasional,” kata Heru.