Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Kabel Laut Seluruh Indonesia (Askalsi) mengungkapkan penggunaan material terbaik menjadi salah satu jalan keluar untuk menghadapi risiko alam, termasuk serangan badai matahari.
Sekjen Askalsi Resi Y. Bramani mengatakan untuk mengantisipasi faktor alam umumnya kabel ditanam sesuai spesifikasi yang ditentukan dalam regulasi atau International Cable Protection Committee (ICPC).
Di samping itu, kata Resi, pemilihan material kabel SKKL seperti inti kabel, pelapis I dan pelapis II, menggunakan spesifikasi yang memiliki kekuatan hingga 25 tahun.
“SKKL sendiri telah melewati beberapa tes pengujian seperti tensile test, mekanikal test, pressure test, uji kelembaban dan lain sebagainya,” kata Resi, Senin (13/9/2021).
Resi juga mengatakan untuk menjaga ketahanan SKKL, para penyedia SKKL menggunakan material bangunan dan sistem pendingin untuk penempatan perangkat aktif SKKL. Kedua hal ini mampu meredam panas dan radiasi atau induksi elektromagnetik.
Mengenai dampak badai matahari, menurut Resi, seharusnya tidak hanya berdampak pada SKKL saja, tetapi semua perangkat telekomunikasi yang memancarkan elektromagnetik.
Baca Juga SKKL Bifrost dan Echo Ancaman bagi Konten Lokal dan Kedaulatan Data Artikel ini telah tayang di Bis |
---|
Resi mengatakan untuk SKKL, seharusnya tidak berdampak kuat dibandingkan dengan perangkat telekomunikasi yang terpapar langsung oleh badai matahari.
SKKL berada di dalam laut dengan kedalaman lebih dari 3.000 meter, sedangkan base transveceiver station/BTS berada di permukaan. Perangkat pemancar radio diletakan pada posisi tertinggi agar gelombang radio mencangkup kawasan yang lebih luas.
“Perangkat terpapar seperti satelit, stasiun bumi, BTS Seluler, radio radio microwave link,” kata Resi.
Sebelumnya, peneliti Universitas California Sangeetha Abdu Jyothi mengungkapkan dalam laporannya yang berjudul Solar Superstorms: Planning for an Internet Apocalypse (Solar Superstorms: Merencanakan Kiamat Internet), badai matahari akan membuat infrastruktur internet di bumi tidak berfungsi.
Laporan tersebut menyebutkan matahari akan mengirimkan partikel bermuatan magnet dalam jumlah tertentu atau yang disebut Solar Wind.
Hakikatnya, Solar Wind yang disemburkan akan ditangkis oleh atmosfer. Hanya saja, pada waktu tertentu Solar Wind ini bisa menjadi badai matahari yang tak dapat dibendung.
Laporan tersebut tidak menyebut kapan peristiwa itu akan terjadi. Hanya saja pada 1859 dan 1921 - atau seratus tahun lalu - peristiwa tersebut pernah terjadi sehingga menyebabkan sejumlah perangkat telegraf terbakar.
Dalam laporannya dari seluruh infrastruktur telekomunikasi, jaringan tulang punggung SKKL dan satelit adalah dua infrastruktur yang paling rentan diserang.
Untuk SKKL, kerusakan terjadi pada repeater di mana setiap 50 - 150 kilometer, sebuah SKKL harus memiliki repeater. Repeater sendiri merupakan bagian terlemah dari SKKL.
Meski demikian, sambung Jyothi, tidak semua wilayah terkena dampak ini. Dampak paling besar dirasakan oleh negara-negara yang berada di garis lintang 66,5 derajat - 90 derajat Lintang Selatan/Lintang Utara.
Secara spesifik, laporan tersebut menyebutkan negara yang terdampak adalah Amerika Serikat sebagai negara raksasa teknologi bermarkas.
Google dan Facebook memiliki SKKL yang terbentang ke seluruh benua dan negara, termasuk Indonesia.
Google dan Facebook bahkan berencana membangun SKKL sepanjang 15.000 kilometer yang menghubungkan Amerika Serikat langsung dengan Indonesia.
Bekerja sama dengan Telkom dan XL Axiata. Google dan Facebook ingin membangun SKKL Bifrost dan Echo yang ditargetkan rampung masing-masing pada 2024 dan 2023.