Bisnis.com, JAKARTA — Tren perusahaan rintisan (startup) yang berencana untuk masuk ke ke lantai bursa makin gencar dilakukan oleh perusahaan rintisan (startup) di level Centaur.
Menurut pantauan Bisnis, sejumlah perusahaan rintisan yang mengungkapkan rencana mereka untuk melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) adalah RUN System, Blibli, Tiketcom, Dekoruma, Tani Hub, dan GoTo.
Bendahara Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani mengatakan langkah IPO yang diambil oleh sejumlah rintisan mampu mengakselerasi potensi besar bagi perusahaan tersebut untuk dapat mewujudkan nilai mereka dalam waktu dekat, baik dalam segi nilai tambah bisnis maupun valuasi,
Baca Juga https://teknologi.bisnis.com/read/20210824/266/1433494/bri-ventures-punya-3-startup-berstatus-unikor |
---|
Tidak hanya itu, Edward melihat keputusan untuk IPO tidak terbatas untuk sekadar pencarian dana, tetapi untuk meraih aspek bisnis lainnya, seperti memberikan tingkat kepercayaan lebih ke platform, vendor, consumer, rekan bisnis, dan lainnya.
“Selain itu struktur perusahaan terbuka lebih memudahkan bagi investor, strategic partner asing maupun lokal untuk mendapatkan data, arah bisnis sehingga sinergi bisa lebih mudah dilakukan ke pihak yang lebih luas,” ujarnya, Senin (30/8/2021).
Sekadar informasi, lima dari enam perusahaan yang berencana melakukan IPO tersebut masih belum berstatus unikorn atau perusahaan dengan valuasi di atas US$ 1 miliar, melainkan berstatus sebagai Centaur.
Centaur atau calon unikorn adalah kategori untuk startup dengan valuasi US$100 juta—US$999 juta. Dalam laporan DSInnovate Startup Report pada 2019, tercatat ada 27 centaur dari perusahaan rintisan yang berbasis di Indonesia. Adapun, pada 2020 meningkat menjadi 43 startup.
Edward melanjutkan, meskipun berstatus Centaur peluang perusahan untuk diterima masyarakat saat melantai di bursa tidak tertutup kemungkinannya. Sebab, setiap pemain tentunya memakai strategi yang berbeda untuk melantai di bursa.
“Penerimaan publik sangat tergantung akan hal ini, bagaimana mereka mengemas narasi ke investor dan bekerjasama dengan masing-masing underwriter dan anchor investors,” katanya.
Edward memprediksi, tren perusahaan rintisan menjalankan exit strategy pada 1—2 tahun depan masih akan ramai dilakukan.
Exit strategy adalah pendekatan yang direncanakan untuk mengakhiri investasi dengan cara yang berfokus memaksimalkan keuntungan dan/atau meminimalkan kerugian, seperti IPO, merger, dan akuisisi.
Berdasarkan laporan Ernst & Young (EY), perusahaan teknologi mendominasi IPO secara global selama semester I/2021. Volume IPO secara global meningkat 140 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 1.070.
Selain itu, dari sisi nilai pun langkah IPO turut meningkat hingga 215 persen secara tahunan (yoy) atau US$ 222 miliar. Adapun, sebanyak 27% di antaranya atau 284 perusahan yang melakukan IPO merupakan perusahaan teknologi.
Selain IPO, Ernst & Young (EY) memperkirakan bahwa perusahaan rintisan Indonesia akan turut memilih skema merger dan akuisisi hingga akhir 2021 dengan bertujuan agar mendapatkan untung pada 2022, yaitu sebanyak 37 persen perusahaan berencana melakukan aksi korporasi seperti merger dan akuisisi secara aktif selama pandemi Covid-19.
Selain itu, riset PwC bertajuk Global M&A Industry Trends turut mencatatkan volume merger dan akuisisi perusahaan teknologi global meningkat 34 persen secara tahunan (yoy) pada semester II/2020 dan dari sisi nilai, meningkat 118 persen. dx