Bisnis.com, JAKARTA - Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) mengkaji berbagai teknologi yang akan digunakan untuk satelit Satria II, termasuk satelit Starlink milik Elon Musk.
Merujuk Peraturan Menteri Kominfo No. 2/2021 tentang Rencana Strategis Kemenkominfo 2020-2024, pada 2022 rencananya pengadaan satelit Satria II akan dimulai.
Direktur Utama Bakti Anang Latif mengatakan Bakti tengah mengkaji mengenai pengadaan satelit Satria II. Dari sisi teknis, pembahasan mengenai Satria II sudah hampir rampung.
Bakti membuka berbagai opsi teknologi satelit untuk Satria II, termasuk satelit berteknologi satelit orbit bumi rendah atau low earth orbit (LEO).
“LEO adalah salah satu opsi teknologi juga, yang bisa dipakai untuk itu [Satria II]. Kami sedang finalisasi terkait dengan opsi,” kata Anang kepada Bisnis.com, Rabu (16/9/2021).
Sekadar informasi, salah satu satelit LEO yang sedang melakukan penjajakan di Indonesia adalah satelit Starlink milik Elon Musk. Anak perusahaan dari SpaceX itu ingin bekerja sama dengan PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM) untuk memangkas kesenjangan digital di Tanah Air.
Berdasarkan informasi yang beredar, biaya berlangganan layanan internet satelit Starlink sekitar Rp1,45 juta per bulan. Untuk menerima layanan, pengguna masih harus membeli peranti penangkap sinyal seharga Rp7,26 juta.
Dia mengatakan salah satu yang menjadi pertimbangan teknis satelit Satria II adalah harga tarif sewa kepada pelanggan. Opsi tersebut tidak mungkin dibuat dari Indonesia, melainkan harus digabungkan dengan proposal yang ditawarkan oleh pihak luar.
Anang mengatakan tantangan dalam pengadaan satelit Satria II saat ini adalah mencari sumber pendanaan. Anggaran pemerintah sedang difokuskan untuk penanganan pandemi Covid-19.
“Tinggal dari sisi pembiayaan. Ini kami harus bicara dengan Kementerian Keuangan,” kata Anang.
Sebelumnya berdasarkan perhitungan Bakti dari 150.000 titik yang akan mendapat layanan Satria I, terdapat sekitar 26,52 juta calon penerima layanan internet Satria.
Dengan total permintaan tersebut, diperkirakan rata-rata per pengguna hanya akan mendapat kuota sebesar 1,14GB setiap bulan atau setara dengan 2 jam aktivitas konferensi video. Jumlah tersebut sangat kurang.
Terdapat gap antara suplai data dari satelit dengan permintaan. Merujuk pada data Telkomsel tahun 2019, kata Anang, rata-rata pelanggan seluler per individu mengkonsumsi data sebesar 5,2GB per bulan.
Pada 2023, prediksi Bakti, rata-rata konsumsi paket data per pelanggan per bulan mencapai 41GB - 50GB.