Pemain Agregator Pembayaran Harus Perkuat Komunitas

Leo Dwi Jatmiko
Jumat, 30 Juli 2021 | 15:35 WIB
Ilustrasi pembayaran menggunakan QR Code dengan ponsel pintar/Flickr
Ilustrasi pembayaran menggunakan QR Code dengan ponsel pintar/Flickr
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Pemain agregator pembayaran perlu memiliki komunitas yang kuat untuk menghadapi persaingan yang makin ketat.

Tidak hanya bersaing dengan sesama pemain agregator pembayaran, mereka juga harus menghadapi agresivitas perusahaan pembayaran digital di Tanah Air yang berani menawarkan potongan harga.

Ketua Bidang Network dan Infrastruktur Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC) Ariyanto A. Setyawan mengatakan beberapa perusahaan pelayanan atau penjual (biller) - seperti perusahaan telekomunikasi, PDAM, PLN sekolah, bioskop, dan lain sebagainya - saat ini memilih bekerja sama langsung dengan perusahaan pembayaran digital yang memiliki komunitas pengguna luas.

Mereka tidak mengandalkan perantara perusahaan agregator pembayaran. Hal itu terjadi karena keagresifan perusahaan pembayaran digital, dalam rangka memotong biaya dan meningkatkan jumlah komunitas penggunanya.

Perusahaan pembayaran digital juga sering memberikan potongan harga atau pembebasan biaya transaksi sehingga transaksi yang terjadi di kanal pembayaran menjadi lebih menarik, dibandingkan dengan di perusahaan agregator pembayaran.

“Di sini fungsi agregator pembayaran jadi berkurang,” kata Ariyanto, Jumat (30/7/2021).

Ariyanto menambahkan sulit bagi perusahaan agregator pembayaran untuk melayani para perusahaan penagih jika tidak memiliki komunitas yang kuat. Mereka harus terhubung dengan banyak kanal pembayaran - baik daring atau luring - yang dekat dengan pelanggan.

Tidak hanya itu, menurut Ariyanto, tantangan para pemain agregator lainnya adalah menghadapi persaingan di pasar yang terbilang cukup ketat. Pemain agregator pembayaran sudah banyak sehingga persaingan terus mengarah pada harga.

Dengan bermain di harga maka keuntungan yang diperoleh para pemain agregator pembayaran juga tidak terlalu banyak.

“Para pemain agregator harus dapat menawarkan nilai yang lebih baik dan bagus dibandingkan dengan perusahaan pembayaran digital,” kata Ariyanto.

Sementara itu, Bendahara Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda.

Ketertarikan investor di bidang agregator pembayaran, kata Edward, biasanya bukan hanya dari layanan yang diberikan, juga data yang diakuisisi dari berbagai macam kanal tersedia.

“Dengan data yang beragam dan makin lengkap kanal tersebut maka makin mudah data tersebut dianalisa dalam konteks behaviour pelanggan,” kata Edward.

Dia menjelaskan pertumbuhan dari perusahaan agregator pembayaran bergantung pada integrasi yang terjalin dengan para pemain dagang el dan banyaknya kanal luiring yang sudah terhubung.

Sekadar informasi, pandemi Covid-19 membuat transaksi digital telah membuat transaksi digital di Tanah Air melesat. Bank Indonesia mencatat pada Desember 2020 nilai transaksi uang elektronik mencapai Rp 22,1 triliun atau tumbuh 30,44 persen secara tahunan.

Kemudian, jumlah transaksi digital banking pada periode yang sama mencapai 513,7 juta transaksi, dengan nilai transaksi digital banking sebesar Rp 2.774,5 triliun, naik 13,91 persen secara tahunan.

Lebih lanjut, pada kuartal I/2021, transaksi di dagang-el sudah mencapai 548 juta transaksi dengan nominal mencapai Rp88 triliun. Menurut Bank Indonesia peningkatan volume transaksi dagang el meningkat 99 persen secara tahunan.

Tingginya jumlah dan nilai transaksi menjadi peluang bisnis bagi para pemain agregator pembayaran.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper