Cegah Pasal Karet, Ini 8 Pedoman Implementasi UU ITE

Leo Dwi Jatmiko
Kamis, 24 Juni 2021 | 07:49 WIB
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate memberikan sambutan saat acara penandatanganan kerja sama pembangunan satelit Satria di Jakarta, Kamis (3/9/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate memberikan sambutan saat acara penandatanganan kerja sama pembangunan satelit Satria di Jakarta, Kamis (3/9/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Polri, dan Kejaksaan Agung menyepakati delapan substansi penting dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Kriteria Implementasi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Menteri komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan subtansi penting pertama adalah perihal konten elektronik yang melanggar kesusilaan.

Pada pedoman Pasal 27 ayat (1) mengenai konten elektronik yang melanggar kesusilaan, yang ditekankan adalah pada kegiatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten kesusilaan secara aktif melalui kegiatan mengunggah atau mengirimkan konten kesusilaan, bukan pada tindakan asusilanya.

“Definisi konteks kesusilaan dalam pasal ini harus sesuai dengan UU No. 44/2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 281 dan 282 KUHP,” kata Johnny dalam siaran pers, Rabu (23/6/2021).

Kedua, pedoman Pasal 27 ayat (2) mengenai konten perjudian yang menjelaskan kegiatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten perjudian baik berupa aplikasi, akun, iklan, situs dan/atau sistem billing operator bandar berbentuk video, gambar, suara atau tulisan.

Ketiga, pedoman Pasal 27 ayat (3) mengenai konten penghinaan dan pencemaran nama baik. Dalam pasal tersebut dijelaskan pengertian muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik merujuk dan tidak bisa dilepaskan pada ketentuan pasal 310 dan pasal 311 KUHP.

Johnny menjelaskan dalam Pasal 310 KUHP merupakan delik 'menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal agar diketahui umum'. Adapun, Pasal 311 KUHP berkaitan dengan perbuatan menuduh seseorang yang tuduhannya diketahui tidak benar oleh pelaku.

“Pelapor harus orang perseorangan dengan identitas spesifik, bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan; dan fokus pasal ini adalah perbuatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten kepada publik yang dilakukan dengan sengaja [dolus] oleh pelaku, bukan perasaan korban,” kata Johnny.

Keempat, pedoman Pasal 27 ayat (4) mengenai konten pemerasan dan/atau pengancaman. Pasal ini fokus pada kegiatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten ancaman yang meliputi ancaman pembukaan rahasia, penyebaran data, foto, dan /atau video pribadi.

Johnny menegaskan pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam pasal ini adalah perbuatan pemaksaan yang bertujuan menguntungkan diri sendiri secara ekonomis, untuk memberikan suatu barang, membuat utang, menghapus piutang baik sebagian atau keseluruhan kepunyaan orang yang diancam.

Kelima, pedoman Pasal 28 ayat (1) tentang kabar bohong, hoaks secara umum, yang merugikan konsumen. Johnny menuturkan pasal tersebut bukan merupakan pemidanaan kabar bohong (hoaks) secara umum, melainkan dalam konteks perdagangan daring.

Selain itu, pelaksanaan pasal ini dilakukan sesuai UU No. 8/ 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait yang masih berlaku.

Keenam, pedoman Pasal 28 ayat (2) mengenai konten yang menyebarkan kebencian berdasarkan Suku Agama Ras dan Antar-Golongan (SARA) menjelaskan bahwa, aparat penegak hukum harus dapat membuktikan bahwa pengiriman konten tersebut mengajak atau menghasut masyarakat memusuhi individu atau kelompok dari Suku Agama Ras dan Antar Golongan tertentu.

“Secara khusus, definisi antar golongan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XV/2017,” kata Johnny.

Ketujuh adalah Pedoman Pasal 29 mengenai konten menakut-nakuti dengan kekerasan. Johnny mengatakan pasal ini fokus pemidanaan terhadap perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman, yang berpotensi diwujudkan dan menunjukkan niat untuk mencelakai korban dengan melakukan kekerasan secara fisik atau psikis.

“Pedoman pasal ini turut menjelaskan bahwa penanganan pasal harus didukung saksi yang menunjukan fakta bahwa korban mengalami ketakutan atau tekanan psikis,” jelasnya.

Kedelapan yakni Pedoman Pasal 36 mengenai pemberatan sanksi akibat kerugian yang ditimbulkan karena tindak pidana UU ITE. Pasal ini menjelaskan bahwa kerugian yang diatur adalah kerugian materiil dengan nilai yang harus dihitung dan ditentukan pada saat pelaporan.

Nilai kerugian material merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung No. 2/2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper