Ketersediaan Set Top Box Jadi Tantangan Implementasi Siaran Digital

Leo Dwi Jatmiko
Minggu, 6 Juni 2021 | 15:35 WIB
Keluarga menonton televisi. - istimewa
Keluarga menonton televisi. - istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Ketersediaan set top box disinyalir bakal jadi tantangan pemadaman siaran televisi analog tahap awal di 5 wilayah. 

Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi ( LPPMI) Kamilov Sagala mengatakan 5 wilayah yang menjadi target pemadaman siaran analog tahap awal dihuni oleh penduduk dengan jumlah terbatas, tidak sebanyak di Jawa. 

Dengan memilih wilayah yang terbatas itu, Kamilov menduga ketika terjadi peralihan, kerugian yang ditanggung oleh lembaga penyiaran tidak terlalu besar. 

“Kerugian itu dalam aspek menyedikan perangkat set top box [STB] atau dekoder,” kata Kamilov, Minggu (6/6/2021). 

Sekadar informasi, sesuai dengan Permen Kominfo No.6/2021 tentang Penyiaran, pasal 64 menyebutkan bahwa pengadaan alat bantu penerima siaran digital kepada rumah tangga miskin menjadi tanggung jawab penyelenggara multipleksing. 

Pasal 9, jika STB yang telah disediakan tidak mencukupi maka pemerintah akan membantu dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Berdasarkan informasi yang diterima Bisnis, terdapat 8,7 juta STB yang menjadi komitmen LPS untuk didistribusikan kepada masyarakat di 12 provinsi - termasuk di dalamnya adalah 5 wilayah layanan yang akan dipadamkan siaran analognya. 

Dari jumlah tersebut, PT Banten Sinar Dunia Televisi (BSTV) menjadi LPS dengan komitmen distribusi STB terbesar yaitu 3 juta STB.

PT Media Televisi Indonesia (Metro TV) berkomitmen mendistribusikan STB sebanyak 2 juta STB, MNC Group sebanyak 1,72 juta STB, Emtek Group sebanyak 1,47 juta STB, PT Rajawali Televisi (RTV) sebanyak 500.000 STB, Viva Group sebanyak 36.282 STB, dan Transmedia Group sebanyak 16.000 STB.  Adapun harga per STB diperkirakan mencapai Rp150.000 - Rp200.000. 

Tidak hanya itu, Kamilov juga memperkirakan pemadaman siaran analog tahap awal ini terlalu terburu-buru. Dia menilai masih banyak masyarakat yang belum memiliki STB karena daya beli masyarakat di sana yang kurang baik. 

“Saya menduga Kemenkominfo kejar tayang karena masyarakat secara teknis tidak mengerti soal digital dan analog. apalagi di daerah - daerah tadi,” kata Kamilov. 

Lebih lanjut, jika STB diberikan oleh Kemenkominfo atau lembaga penyiaran, maka STB tersebut harus diaudit terlebih dahulu perihal kualitasnya. 

Mantan Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia periode 2009 -2012 itu pun berharap STB yang diberikan adalah perangkat baru sehingga umur penggunaan perangkat tersebut masih lama. 

“Pemerintah harus menyediakan tempat perawatan STB agar jika ada STB yang rusak dia tidak harus ganti,” kata Kamilov.

Senada, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan persiapan pergelaran siaran digital tidak hanya sebatas tersedianya infrastruktur penyiaran digital saja. Pemerintah harus dapat memastikan seluruh aspek telah siap menyambut siaran dengan kualitas jernih. 

“Jangan sampai merugikan masyarakat karena TV mereka belum digital atau tidak mampu membeli set top box,” kata Heru. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper