Bisnis.com, JAKARTA – Pengembang game lokal dinilai perlu lebih jeli untuk menangkap tren baru yang diminati konsumen agar bisa bersaing dengan pemain asing.
Bendahara Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani mengatakan pengembang gim lokal masih terbilang fokus ke pengembangan mobile, casual, dan creative agency atau merek terkait gamification.
“Mereka [pengembang lokal] perlu jeli melihat perkembangan teknologi di infrastruktur perangkat, aplikasi, dan tren lainnya seperti Virtual Reality [VR] dan Augmented Reality [AR], 3D motion devices, metaverse dan termasuk mulai masuknya aset digital dalam bentuk blockchain seperti Non-Fungible Token [NFT],” ujar Edward, Minggu (2/5/2021).
Berdasarkan riset Peta Ekosistem Industri Game 2020 yang diterbitkan pada 2021, pengembang gim lokal berfokus untuk memproduksi gim di lime genre seperti gim aksi 11,6 persen, gim simulasi 11,1 persen, gim edukasi 11,1 persen. Adapun untuk gim petualangan dan gim roleplaying masing-masing sebesar 10,1 persen dan 7,2 persen.
“Ekosistem dan fungsi pengembang dan penerbit gim di Indonesia perlu diperkuat, tetapi tidak mudah karena banyak aspek dari sisi jam terbang tim dan digital marketing agar game yg dibuat developer Indonesia bisa bersaing di lokal maupun internasional. Selain itu kolaborasi dengan publisher mancanegara terutama yang sudah mempunyai rekam jejak perlu di akses dan di kolaborasi kan,” katanya.
Berdasarkan data Statista pada 2021, pendapatan di segmen video gim diproyeksikan mencapai US$1,936 juta pada 2021. Adapun, untuk mobile gim diproyeksikan mencapai US$1,487 juta pada 2021.
Untuk, pendapatan di segmen konsol video gim diproyeksikan mencapai US$3,287 juta pada 2021. Kemudian, untuk gim kartu diproyeksikan mencapai US$199 juta pada 2021. Terakhir, pendapatan di segmen gim jaringan diproyeksikan mencapai US$11 juta pada 2021.
Menanggapi hal ini, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan perkembangan gim secara global sangat meningkat.
Menurutnya, ada tiga golongan pengguna gim daring terbesar mulai Gen Baby Boomer, Gen Milenial, dan Gen Z. Ketiga golongan tersebut hampir 60 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
“Tantangan bagi pengembang lokal sebenarnya adalah persaingan dengan gim luar di mana masih digandrungi oleh pemain gim lokal. Jadi masalah selera konsumen menjadi penting untuk meningkatkan permintaan dari gim lokal. Industri harus mengikuti pasar karena konsumen mempunyai banyak ragam pilihan gim baik lokal maupun dari luar negeri,” katanya.
Dia melanjutkan, penting juga bagi pemerintah untuk mendorong kompetisi gim daring menggunakan produksi dari pengembang lokal. Bahkan, pemerintah bisa membuat platform khusus --seperti PlayStore dan AppStore-- yang bisa memuat gim lokal lebih banyak diminati.