Bisnis.com, JAKARTA – Praktik ilegal dalam bentuk aplikasi penghasil uang seperti halnya Vtube, Snack Video, maupun TikTok Cash, diperkirakan bisa terus berulang kehadirannya di Indonesia dengan nama yang berbeda.
Pakar Keamanan Siber dan Komunikasi Pratama Persadha mengatakan kehadiran praktik memberi iming-iming keuntungan besar bisa terus berulang lantaran saat ini masyarakat getol memanfaatkan aplikasi digital.
Pratama mencontohkan dalam kasus TtikTok Cash, pelaku menyakinkan para korban dengan membuat alamat website dan aplikasi ponsel pintar seakan-akan akun asli di bawah naungan perusahaan Tiktok resmi. Pelaku pun bahkan berani memasang iklan di Facebook dan Instagram agar semakin dipercaya.
Adapun untuk aplikasi SnackVideo, menurutnya, memiliki tampilan yang hampir mirip TikTok. Namun berbeda dengan platform illegal lainnya seperti Vtube, TiktokCash atau aplikasi lainnya yang harus berinvestasi atau membayar sejumlah uang untuk keanggotaan terlebih dahulu.
Di SnackVideo pengguna bisa membeli berlian atau diamond yang merupakan salah satu alat transaksi untuk digunakan dalam aplikasi Snack Video. Berlian ini biasanya digunakan untuk memberikan hadiah atau donasi kepada para konten kreator yang sedang live.
Dengan demikian, ketika para pembuat konten sedang melakukan siaran langsung, para penontonnya bisa memberikan donasi berupa mata uang berlian ini kepada mereka.
“Konsep ini sebenarnya sudah ada pada platform Twitch dan Facebook Gaming, dengan menonton konten - konten yang ada di Facebook Gaming penonton bisa memberikan donasi pada streamer dalam bentuk Star. Namun untuk kebenaran aplikasi ini, harus terus diinvestigasi lebih lanjut oleh pemerintah melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) dan OJK,” terangnya.
Dari sisi aplikasi, Snack Video sebetulnya sudah dikeluarkan dari ekosistem iOS karena dianggap melakukan plagiarisme, lantaran aplikasinya karena sangat mirip dengan TikTok.
Adapun dari sisi keamanan, Snack Video dikritisi karena datanya ditransmisikan ke China. Para praktisi keamanan siber menganggapnya berbahaya karena bisa digunakan dan diakses oleh pemerintah China kapan saja.
Meski Snack Video ini berbasis di Singapura tetapi dimiliki oleh perusahaan Kuaishou Technology yang ada raksasa Teknologi Tencent dibaliknya. Bahkan karena dianggap berbahaya bagi negaranya, India sudah memblokir Snack Video sejak November 2020.
Booming Karena Pandemi
Menurut Pratama, sejumlah aplikasi penghasil uang tersebut banyak diunduh masyarakat yang ingin mendapatkan penghasilan dari menonton video karena di situasi seperti pandemi saat ini sulit mendapatkan penghasilan tambahan, sehingga tawaran dari platform layanan menonton video cukup menggiurkan.
Misalnya saja untuk layanan menonton video yang sedang ramai, seperti SnackVideo yang menawarkan uang sebesar Rp52.000 jika berhasil menggundang teman untuk ikut menginstal aplikasi tersebut.
“Sebenarnya platform yang menawarkan keuntungan tinggi dengan hanya menonton video lalu mencari anggota lain bisa mendapatkan komisi seharusnya sudah sangat mencurigakan,” tuturnya.
Meski cukup menggiurkan, nyatanya aplikasi-aplikasi tersebut justru merugikan masyarakat karena masalah kepastian terkait pembayaran. Selain itu, skema seperti ini juga hanya menguntungkan member yang berada di posisi atas sedangkan yang ikut belakangan pasti dananya sulit untuk kembali apalagi sudah dinyatakan terlarang oleh OJK.
Menurutnya, masyarakat atau pengguna yang menemukan aplikasi seperti ini bisa membawa atau melaporkan ke OJK apalagi jika aplikasi tersebut tidak memiliki ijin usaha untuk mengumpulkan dana masyarakat semacam investasi.
Pratama juga belum melihat adanya aturan spesifik yang mengatur tentang aplikasi penghasil uang. Namun karena konsep aplikasi tersebut mengumpulkan dana dari masyarakat maka masuk ke dalam ranah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kembali lagi, jadinya melanggar hukum karena masuk dalam skema ponzi atau yang biasa dikenal money game. Sama halnya yang ada di negara lain, aplikasi semacam itu juga diblokir,” tuturnya.
Dia pun menilai langkah yang dilakukan oleh Satgas Waspada Investasi (SWI), Kominfo dan OJK sudah tepat dengan memblokir tiga aplikasi tersebut yakni TikTok Cash, Vtube dan Snack Video. Sebab, pemblokiran tersebut kemungkinan dilakukan karena sudah banyak laporan dari para korban penipuan aplikasi.
“Sebaiknya pemerintah juga harus terus menertibkan aplikasi-aplikasi sejenis,” ujarnya.
Apalagi dia melihat bahwa saat ini kecenderungan masyarakat suka menginstall aplikasi hiburan popular karena mengikuti para influencer. Seperti halnya Clubhouse yang banyak diundung oleh para pesohor Twitter dan selebgram, maka masyarakat pun ikut-ikutan.
“Yang mengkhawatirkan sebenarnya seperti tiktokcash, Vtube dan semacamnya, karena mengeluarkan uang yang tidak sedikit, umumnya karena ikut-ikut kawan di kantor. Di sinilah pentingnya edukasi, karena skema money game ternyata bisa berbentuk apapun termasuk dengan kedok TikTok dan Youtube,” jelasnya.
Dihubungi terpisah, Rio Priyambodo dari Tim pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menuturkan bahwa hingga saat ini pihaknya belum pernah mendapatkan pengaduan terkait aplikasi penghasil uang.
“Terkait pengaduan ini [aplikasi penghasil uang] sepertinya belum ada hingga saat ini,” tuturnya.
Namun, pihaknya juga mengingatkan agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan praktik serupa tesebut. Pertama, konsumen harus cermat terkait dengan gimmick baru dalam bisnis jangan terjebak oleh praktik bisnis dengan iming-iming diberikan sejumlah uang
Jika sudah terlanjur masuk dalam sistem tersebut maka konsumen bisa melaporkan praktik bisnis yang berpotensi adanya indikasi penipuan kepada kepolisian atau lembaga yang berwenang.