Bisnis.com, JAKARTA – Operator berusaha mengimbangi kemampuan daya beli masyarakat dengan memberikan harga layanan yang lebih terjangkau.
Wakil Presiden Direktur PT Hutchison 3 Indonesia Danny Buldansyah mengatakan perang harga yang terjadi diantara operator seluler sebenarnya dapat dicegah dengan penetapan harga dasar (floor price). Kebijakan tersebut tentunya mempertimbangkan manfaat bagi masyarakat dan industri.
“Kalau ada floor pricing yang jelas aturannya. Bagus buat masyarakat dan industri, itu akan sangat membantu,” kata Danny kepada Bisnis, Rabu (3/3).
Danny berpendapat persaingan ketat antaroperator yang terjadi sepanjang 2020 disebabkan oleh daya beli masyarakat yang melemah dan kondisi perekonomian yang lesu.
Operator terpaksa memberikan harga layanan yang lebih rendah untuk mempertahankan dan mengakuisisi pelanggan operator lainnya. Hal ini berdampak pada perlambatan pertumbuhan pendapatan operator seluler.
“Bukan negatif tapi tumbuh melambat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sehingga kemampuan operator untuk memberikan layanan menjadi melambat,” kata Danny.
Danny berpendapat untuk menghadapi persaingan yang ketat di tengah daya beli yang menurun, perseroan akan tetap memberikan layanan yang prima dengan harga yang disesuaikan dengan kemampuan daya beli masyarakat.
“Kami akan tetap memberi kualitas layanan yang bagus dengan harga yang terjangkau. Itu pasti menjadi tugas kami,” kata Danny.
Danny mengatakan perlambatan pertumbuhan pendapatan tidak hanya disebabkan oleh perang harga, melainkan juga beban yang dipikul operator seluler.
Di tengah kondisi ekonomi yang melemah, operator tetap dibebankan kewajiban ongkos regulator – seperti biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) – yang tidak berkurang.
Sebelumnya, dalam acara konferensi virtual Indonesia Industri Outlook 2021 yang digelar tahun lalu, disebutkan bahwa pola konsumsi masyarakat terhadap layanan data berubah akibat pandemi Covid-19.
Direktur Utama PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Setyanto Hantoro mengatakan berdasarkan hasil survei yang dilakukan Telkomsel terhadap pelanggannya pada Maret- September 2020, diketahui bahwa sekitar 22-27 persen pelanggan tidak terpengaruh terhadap pandemi secara pendapatan.
Kemudian untuk pelanggan yang agak terpengaruh pandemi - di mana sekitar 25 -40 persen pendapatannya berkurang -, ada sekitar 50 persen di Telkomsel. Terakhir, pelanggan yang sangat terdampak – dimana pendapatannya berkurang hingga 60% - ada sekitar 23 – 27 persen.
Akibat pendapatan pelanggan terdampak, maka perilaku dalam mengonsumsi paket pun berbeda. Bagi pelanggan yang tidak terdampak, akan banyak menghabiskan waktu di rumah karena PSBB, sehingga umumnya mereka menggunakan layanan internet tetap rumah atau fixed broadband. Kurang lebih 72 persen pelanggan di segmen atas berada di rumah selama pandemi.
Adapun bagi pelanggan yang agak terdampak atau sekitar 50 persen pelanggan Telkomsel, tetap menggunakan layanan seluler milik Telkomsel dengan perilaku konsumsi yang berubah.
Jika dahulu pelanggan membeli Rp100.000 per bulan, saat ini membeli paket ketengan dengan harga yang lebih murah dan waktu yang lebih pendek.
Sementara itu, untuk pelanggan dengan dampak paling besar atau badly hit menurunkan konsumsi paket seluler. Jika dahulu Rp50.000 per bulan, saat ini hanya Rp20.000.