Persaingan 2 Raksasa Transportasi Online, Pengamat: Gojek dan Grab Tidak Perlu Merger

Puput Ady Sukarno
Selasa, 8 Desember 2020 | 14:48 WIB
Warga mengorder ojek online di Jakarta./Bisnis-Abdurahman
Warga mengorder ojek online di Jakarta./Bisnis-Abdurahman
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Isu merger antara Gojek dan Grab masih menyita perhatian masyarakat. Pasalnya, rumor merger ini berhembus dari luar negeri.

Ketika rumor ini menyeruak, di saat yang sama bisnis Gojek semakin sehat. Bahkan bulan lalu, Gojek berhasil menggaet pendanaan baru dari Telkomsel senilai US$150 juta. Hal ini memicu pertanyaan baru, apakah merger diperlukan?

Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan dengan berbagai tekanan yang dihadapi, merger akan lebih menguntungkan Grab.

"Secara bisnis, market share Gojek lebih kuat dan memiliki brand image yang lebih positif di Indonesia," kata Bhima

Grab, menurut Bhima, memang lebih unggul di luar negeri. Tapi, di kawasan Asia Tenggara, Indonesia adalah kunci bisnis, karena memiliki pasar yang besar.

Pandangan yang sama soal Gojek yang tidak memerlukan merger juga disampaikan Ekonom dari Universitas Bina Nusantara (Binus) Doddy Ariefianto.

"Belum tentu juga Gojek yang bisnis dan namanya lebih kuat di Indonesia membutuhkan itu [merger]. Apalagi Gojek masih bisa mengoptimalkan Indonesia sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara," kata Doddy

Doddy kemudian menyoroti peluang di bisnis keuangan digital. Pangsa pasar layanan jasa keuangan seperti uang elektronik [e-money] atau dompet digital memiliki prospek yang bagus.

"Sekarang ini banyak orang di negara kita maupun di luar negeri sudah semakin melek terhadap penggunaan cashless. Ini menjadi indikator yang baik buat pengembangan bisnis perusahaan seperti Gojek," imbuh Doddy yang pernah menjadi Ekonom di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Secara fundamental sejatinya posisi Gojek saat ini jauh lebih solid. Bulan lalu Co-CEO Gojek Andre Sulistyo melaporkan perkembangan positif Gojek sejak melakukan restrukturisasi bisnis di tahun 2019 dengan fokus kembali ke bisnis inti.

"Perusahaan berhasil mencetak laba operasional di luar biaya headquarter (contribution margin positive) di tengah kondisi penuh tantangan dalam tahun ini," ujar Andre.

Dalam konteks contribution margin positive seperti dijelaskan Andre, setiap transaksi Gojek sudah menghasilkan cashflow yang belum dikurangi biaya headquarter.

“Investasi ada perpaduan pendanaan dari luar dan internal cash flow. Jika ada profit dari titik produk itu, investasi yang kami lakukan tidak hanya dari luar. Sejak tahun ini investasi bisa dihasilkan dari internal cash flow, ini penting sekali,” jelasnya.

Dengan fundamental yang lebih solid, di tengah pandemi Covid-19 Gojek juga berhasil menarik sejumlah investor baru untuk masuk. Tahun ini Gojek berhasil mendapatkan pendanaan baru melalui fundraising seri F dan dari Telkomsel.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper