Bisnis.com, JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai persiapan pembuatan Peraturan Menteri (Permen) oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) adalah langkah yang tepat.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai bahwa pemerintah tengah memperkuat pengendalian arus informasi yang beredar di masyarakat.
“Saya melihatnya itu kan bentuk pengendalian pemerintah, tetapi kembali indikatornya harus jelas jangan sampai menjadi instrumen untuk asal blokir dan asal bungkam,” katanya saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (20/10/2020).
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa pemerintah harus memiliki kriteria konten apa saja yang layak diblokir dan tidak, karena dunia digital memang sangat masif akan informasi yang beredar sehingga dibutuhkan pengawasan dan pengendalian agar meminimalisir adanya disinformasi yang hadir di masyarakat.
Dia menyarankan agar selain pembuatan regulasi tersebut, masyarakat juga perlu rutin untuk diberikan pemahaman mengenai literasi digital. Adapun untuk peraturan tersebut, Tulus mengatakan bahwa penyusunan harus melibatkan para ahli.
“Jangan hanya kominfo sendiri yang punya kriterianya untuk mendefinisikan berbagai usulan dan dalam penyusunan itu, perlu banyak pandangan sehingga dapat versi yang adil untuk semua pihak,” ujarnya.
Sementara itu, Chairman lembaga riset siber Indonesia Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha berharap jangan sampai pemblokiran media sosial menimbulkan kegelisahan baru di tengah masyarakat.
Menurutnya, merebaknya hoaks tidak boleh hanya menyalahkan masyarakat semata. Seolah-olah semua hoaks yang terjadi karena masyarakat mengakses media sosial dan menyebarkan berita hoaks di berbagai media sosial.
Pratama mengatakan bahwa ada andil Kominfo dalam banjirnya hoaks di masyarakat. Menurutnya, hal ini berkorelasi dengan kebijakan pelonggaran registrasi kartu prabayar.
“Awalnya registrasi kartu prabayar dibatasi 3 nomor per provider pada setiap NIK dan KK. Namun pada akhirnya Kominfo lebih mendengarkan keluhan bisnis provider dan membuat aturan longgar, tak ada lagi batasan jumlah nomor yang didaftarkan,” katanya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan akibat yang terjadi hoaks makin menyebar. Pasalnya, hoaks disebarkan oleh nomor anonim. Nomor anonim ini ada karena tidak ada aturan ketat dalam pembelian nomor prabayar di Indonesia.
“Jadi jelas, bila ingin menangkal hoaks, kominfo seharusnya menjadikan pendaftaran kartu prabayar semakin ketat. Bukan malah tiba-tiba membuat polemik baru dengan memblokir dan membatasi internet,” katanya.