Bisnis.com, JAKARTA – Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan disinyalir membuat bisnis ride hailing makin tertekan dalam. Merger atau penggabungan usaha menjadi solusi untuk menghadapi pandemi yang tidak jelas ujungya.
Head of the Center of Innovation & Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Hanif Muhammad mengatakan bahwa pademi Covid-19 dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) memberi dampak besar terhadap perputaran bisnis perusahaan super apps Gojek dan Grab.
Kedua raksasa perusahaan aplikasi tersebut saat ini masih sangat bergantung pada pengantaran barang dan orang dalam menjalankan bisnis. Pembatasan mobilitas membuat laju pertumbuhan melambat.
“Meski ada ojek online memiliki layanan pengiriman barang, saya tidak terlalu yakin itu tumbuh karena itu terkait juga dengan daya beli masyarakat,” kata Hanif kepada Bisnis.com, Selasa (15/9/2020).
Hanif memperkirakan persaingan keduanya akan mengarah ke merger atau penggabungan usaha. Menurutnya, akan sangat berisiko bagi kedua perusahaan bersaing harga dan layanan di tengah pandemi yang tidak kunjug melambat.
Namun dari sisi regulasi, lanjutnya, langkah merger keduanya berpotensi untuk melahirkan praktik monopoli. Sebab keduanya saat ini adalah perusahaan transportasi daring terbesar di Indonesia. Jika praktik monopoli ini terjadi, masyarakat sebagai pengguna layanan Gojek dna Grab akan sangat terdampak.
“Pernah masuk Uber namun tidak kuat menghadapi keduanya. Pertanyaannya sekarang kalau keduanya merger siapa yang akan menjadi kontrol? Kecuali dibeli sama negara. Seperti PT KAI [Kereta Api Indonesia], jadi monopoli tapi punya pemerintah,” kata Hanif.