Soal Gugatan RCTI, Mastel: Beda Segmentasi dan Filosofi

Leo Dwi Jatmiko
Selasa, 1 September 2020 | 15:59 WIB
RCTI
RCTI
Bagikan

Bisnis.com JAKARTA – Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) mempertanyakan gugatan yang dilayangkan oleh RCTI dan iNews kepada Mahkamah Konstitusi mengenai UU Penyiaran.

Ketua Bidang Industri Penyiaran Mastel, Hardijanto Saroso mengatakan bahwa dari sisi segmentasi, siaran melalui media sosial dengan siaran TV memiliki segmen yang berbeda. Penonton televisi umumnya merupakan orang yang gemar terhadap tayangan yang memiliki alur cerita yang jelas, penayangan dalam waktu yang rutin dan durasi tayangan yang terukur.

Sementara itu siaran di media sosial tidak memiliki jadwal dan durasi waktu yang pasti, isinya tidak mencerminkan suatu program dan durasi waktunya tidak konsisten.

“Tujuan [siaran di media sosial] biasanya komunikasi atau sharing, bukan murni plot cerita. Kalau pun hiburan tidak memiliki pola dan struktur produksi tayangan TV,” kata Hardijanto, Selasa (1/9/2020).

Dia mengakui bahwa jumlah sosisal media yang bertebaran di dunia maya sangat banyak berbeda dengan siaran free-to-air (FTA) yang hanya beberapa saja. Indonesia belum dapat memonetisasi dengan baik potensi dari sosial media.

Berbeda dengan siaran FTA yang dapat dihitung berdasarkan jumlah penonton saat siaran tersebut terjadi, jumlah penonton kanal sosial media tidak menggunakan metoda yang sama. Jumlah penonton di sosial media dapat tumbuh begitu cepat dalam waktu singkat, disebabkan oleh tayangan tersebut ditonton berulang-ulang kali.

“Berulang-ulang itu berapa lama, ada yang setahun, sebulan dan seterusnya. Kalau televisi itu untuk durasi 30 detik bisa Rp5 juta, Rp10 juta, Rp20 juta, jadi tidak sebanding,” ujarnya.

Dia mengatakan secara filosofi murni teknologi komunikasi, media sosial dengan media penyiaran televisi sangat berbeda. Filosofi media sosial adalah isi pesan dikirim dari banyak poin ke banyak khalayak. Sedangkan, isi pesan media penyiaran televisi adalah isi pesan disalurkan dari satu poin ke banyak khalayak. Belum lagi sifat media sosial yang dua arah (feedback).

Hardijanto juga menambahkan untuk mencegah siaran di media sosial, bukanlah hal yang mudah. Pemerintah dinilai belum mampu untuk menutup akses Google, YouTube dan Facebook ke Tanah Air, sebab belum memiliki ekosisitem yang matang.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper