64 Persen Perusahaan di Filipina Rentan Terkena Serangan Siber

Zufrizal
Rabu, 26 Agustus 2020 | 19:05 WIB
Ilustrasi: Software bajakan./Istimewa
Ilustrasi: Software bajakan./Istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Business Software Alliance yang didukung Microsoft menyebutkan bahwa mayoritas perusahaan di Filipina menggunakan perangkat lunak tidak berlisensi sehingga membuat mereka rentan terhadap serangan dan ancaman dunia maya.

Dalam sebuah pernyataan, Rabu (26/8/2020), BSA mengatakan bahwa 64 persen perusahaan di Filipina diperkirakan menggunakan perangkat lunak tidak berlisensi.

Dengan mengutip data dari perusahaan anggotanya seperti IBM dan McAfee, BSA mencatat bahwa ancaman keamanan siber diperburuk oleh meluasnya penggunaan perangkat lunak tidak berlisensi di Asia Tenggara, yang sering dikemas dengan malware atau mengandung kerentanan keamanan yang membuat perangkat terbuka untuk diserang.

Oleh karena itu, aliansi perusahaan tersebut menawarkan konsultasi gratis tentang keamanan siber kepada sekitar 40.000 perusahaan di seluruh Filipina, Vietnam, Indonesia, dan Thailand.

“Sejak pandemi Covid-19 secara dramatis mengubah cara kerja orang, BSA telah menjadikan keamanan siber sebagai fokus utama kami di kawasan Asean,” kata Direktur Senior BSA Tarun Sawney seperti dikutip dari www.gmanetwork.com, Rabu (26/8/2020).

Dengan meningkatnya teleworking melalui platform online dan normalisasi kebijakan kerja dari rumah, kata Sawney, bisnis dihadapkan pada risiko penipuan siber yang lebih tinggi daripada sebelumnya dan serangan daring ini menjadi lebih kompleks dan merusak.

“Prakarsa Safeguard Asean berupaya untuk mempromosikan penggunaan perangkat lunak berlisensi di antara bisnis, mendukung mereka selama proses lisensi perangkat lunak, dan membantu mereka mencegah kerusakan akibat serangan siber,” katanya.

BSA mengatakan telah meluncurkan halaman arahan yang menampilkan kartu fakta acak yang menggambarkan bahaya menggunakan perangkat lunak tidak berlisensi.

Halaman arahan tersedia dalam bahasa Inggris, Thailand, Vietnam, dan Indonesia, serta konsultasi akan dilakukan dengan perwakilan BSA setempat menggunakan bahasa lokal.

“Konsultasi akan dimulai dengan pengenalan program, setelah itu perwakilan organisasi akan diminta untuk mengisi survei inventaris perangkat lunak rahasia yang memerinci perangkat lunak dan lisensi yang saat ini diinstal pada perangkat perusahaan mereka,” kata BSA.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Zufrizal
Editor : Zufrizal
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper