Peneliti Revisi Perkiraan Usia Inti Bumi

Syaiful Millah
Senin, 24 Agustus 2020 | 12:57 WIB
Planet Bumi/Youtube
Planet Bumi/Youtube
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Para peneliti telah merevisi usia inti bumi dengan perkiraan 1 miliar hingga 1,3 miliar tahun melalui simulasi laboratorium, dengan menciptakan kondisi yang mirip pusat inti pada planet yang dihuni manusia ini.

Hasilnya, mereka menempatkan inti pada ujung yang lebih muda dari spektrum usia yang biasanya berkisar antara 1,3 miliar hingga 4,5 miliar tahun. Akan tetapi, mereka juga membuatnya sedikit lebih tua dari perkiraan baru-baru ini yang hanya 565 juta tahun.

Terlebih lagi, eksperimen dan teori yang menyertainya membantu menentukan bagaimana inti menghantarkan panas, dan sumber energi yang menggerakkan geodynamo planet, sebuah mekanisme yang menopang medan magnet Bumi yang membantu kompas mengarah pada posisi yang tepat.

"Orang-orang sangat ingin tahu dan bersemangat mengetahui tentang asal usul geodynamo, kekuatan medan magnet, karena itu semua berkontribusi pada kelayakan planet saat ini," kata Jung-Fu Lin, Profesor di University of Texas dan pemimpin penelitian ini, seperti dikutip Phys.org, Senin (24/8).

Studi itu menunjukkan inti bumi sebagai benda besar yang terbuat dari besi, dengan inti dalam padat dan inti luar berbentuk cair. Efektivitas besi dalam mentransfer panas melalui konduksi adalah kunci untuk menentukan sejumlah atribut lain tentang inti, termasuk kapan inti bagian dalam terbentuk,

Selama bertahun-tahun, perkiraan usia inti dan konduktivitas telah berubah dari sangat tua dan relatif rendah menjadi sangat muda dan relatif tinggi. Akan tetapi, perkiraan yang lebih muda ini juga telah menciptakan paradoks, di mana inti harus mencapai suhu tinggi yang tidak realistis untuk mempertahankan geodinamik selama miliaran tahun.

Penelitian baru memecahkan paradoks itu dengan menemukan solusi yang menjaga suhu inti dalam parameter yang realistis. Solusi tersebut bergantung pada pengukuran langsung konduktivitas besi dalam kondisi serupa, di mana tekanan lebih dari 1 juta atmosfer dan suhu dapat menjadi faktor.

Para peneliti mencapai kondisi ini dengan mencoba sampel besi yang dipanaskan dengan laser di antara dua landasan berlian. Ini bukan hal yang mudah dan membutuhkan waktu hingga 2 tahun untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan kondisi mirip aslinya.

"Kami menemui banyak masalah dan gagal beberapa kali, yang membuat kami frustrasi dan hampir menyerah. Dengan komentar konstruktif dan dorongan dari profesor Jung-Fu Lin, kami akhirnya berhasil setelah menjalani beberapa kali uji coba lanjutan," kata Youjun Zhang, profesor di Sichuan University.

Konduktivitas yang baru diukur adalah 30 persen hingga 50 persen kurang dari Konduktivitas perkiraan inti muda, dan ini menunjukkan bahwa geodynamo dipertahankan oleh dua sumber energi dan mekanisme yang berbeda, yakni koneksi termal dan koneksi komposisi.

Lin mengatakan bahwa dengan peningkatan informasi tentang Konduktivitas dan perpindahan panas dari waktu ke waktu, para peneliti dapat membuat perkiraan yang lebih tepat tentang usia inti bagian dalam, "Setelah Anda benar-benar mengetahui berapa banyak fluks panas dari inti luar ke mantel bawah, Anda dapat memikirkan kapan bumi menjadi dingin hingga inti dalam mulai mengkristal," katanya.

Adapun, usia inti dalam yang direvisi ini dapat berkorelasi dengan lonjakan kekuatan medan magnet bumi seperti yang dicatat oleh susunan bahan magnet di batuan yang terbentuk sekitar waktu ini. Bersama hal tersebut, bukti menunjukkan bahwa pembentukan inti dalam bumi adalah bagian penting dalam menciptakan medan magnet kuat saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Syaiful Millah
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper