Siap-Siap, Google Bakal Bebankan PPN Ke Klien Indonesia

Rahmad Fauzan
Selasa, 30 Juni 2020 | 15:34 WIB
Logo Google terlihat di luar kantor perusahaan teknologi tersebut di Beijing, China, Rabu (8/8)./Reuters-Thomas Peter
Logo Google terlihat di luar kantor perusahaan teknologi tersebut di Beijing, China, Rabu (8/8)./Reuters-Thomas Peter
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Google siap menagih pajak layanan sebesar 10 persen kepada kliennya di Indonesia, dengan diberlakukannya ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap perusahaan digital asing oleh pemerintah.

Aturan tersebut tertuang dalam PMK No.48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Ketentuan itu berlaku mulai 1 Juli 2020.

"Untuk mematuhi peraturan pajak pertambahan nilai (PPN) yang baru di Indonesia, jika diharuskan, kami akan menagihkan Pajak Layanan sebesar 10 persen kepada para klien kami di Indonesia setelah ketentuan yang relevan mulai berlaku," ujar Jason Tedjasukmana, Head of Corporate Communications at Google Indonesia kepada Bisnis, Selasa (30/6/2020).

Dia menambahkan, perusahaan mematuhi hukum pajak di setiap negara di mana Google beroperasi seiring dengan perubahan hukum pajak yang ada.

Mengutip pemberitaan Bisnis, Selasa (30/6/2020), pemberian batasan nilai transaksi dan jumlah traffic penunjukkan pemungut PPN PMSE ditujukan supaya skema pemungutan PPN bisa dilakukan secara optimal oleh pelaku produk digital dari luar negeri.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan dari sosialisasi yang sudah dilakukan serta one on one meeting dari para pelaku, kebanyakan dari mereka memang akan tercakup dengan batasan tersebut, dan mereka sudah siap untuk melaksanakan skema ini.

"Selain memanfaatkan data internal kami, juga beberapa data eksternal bisa menjadi rujukan apabila diperlukan," kata Yoga kepada Bisnis, Selasa (30/6/2020).

Yoga menjelaskan beberapa isu teknis telah dibahas dengan pelaku PMSE seperti kesiapan IT, invoicing, cara penyetoran dan pelaporan dan sudah diakomodasi dalam Perdirjen 12/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembenahan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak Instansi Pemerintah/Bendahara tersebut.

Dia mencontohkan untuk invoice bagi pembeli di Indonesia yang statusnya PKP, tidak harus mencantumkan NPWP tapi cukup surat elektronik atau surel pembeli yang terdaftar dalam sistem informasi DJP.

"Ini sangat membantu karena pelaku usaha luar negeri tidak harus mengubah aplikasi invoicing mereka tetapi dengan sistem yang ada mereka bisa melaksanakan skema ini, " jelasnya.

Terkait dengan baseline yang dibatasi di angka Rp600 juta dan 12.000 traffic, dia menyebut jika dipadankan dengan impor BKP berwujud, pemungutan PPN impor sama sekali tidak ada threshold (ambang batas)

Namun untuk produk digital ini, pihaknya masih membuat threshold karena harus ada administrative effort bagi pelaku usaha yang ditunjuk. Namun demikian, threshold itu tidak terlalu tinggi karena ke depan DJP ingin mencakup sebanyak mungkin pelaku usaha digital dari luar negeri.

"Ini untuk memastikan level playing field dengan produk berwujud serta produk digital dalam negeri, " pungkasnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmad Fauzan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper