Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah pandemi virus corona, upaya perluasan penerapan perangkat internet of thing (IoT) di Indonesia dipastikan terus berlanjut. Meski demikian, target nilai pasar internet untuk segala pada tahun ini mau tidak mau harus terkoreksi cukup signifikan.
Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia (Asioti) Teguh Prasetya mengatakan nilai pasar industri internet untuk segala di Tanah Air pada 2020 awalnya dipatok Rp247 triliun atau setara US$16,4 miliar. Namun, akibat terdampak pandemi, target tersebut dipangkas sekitar 15-20 persen.
Menurutnya, hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari banyaknya korporasi yang berhenti beroperasi karena pemberlakuan program Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta berkurangnya suplai komponen IoT dari luar negeri akibat dampak dari karantina wilayah yang masih diberlakukan di banyak negara pemasok. Negara pemasok utama komponen-komponen IoT ke Tanah Air a.l. China, Malaysia dan India.
Adapun, untuk mengoptimalkan upaya penerapan perangkat IoT di Indonesia, Asioti dan pemangku kepentingan lain melakukan pergeseran strategi penetrasi pasar dari luring menjadi daring.
“Saat ini, pendekatan ke seluruh pemangku kepentingan dilakukan pihak asosiasi lewat media daring. Selain itu, dua kali dalam sepekan, kami mengadakan webinar selama pemerintah memberlakukan PSBB,” ujar Teguh saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (13/5/2020).
Dengan terus digiatkannya upaya perluasan penerepan perangkat IoT secara daring, asosiasi berharap 80 persen dari total target pemanfaatan 200 juta sensor IoT dengan average revenue per user (ARPU) mencapai US$2 miliar pada 2020 setidaknya dapat direalisasikan tahun ini.
Asioti beserta dengan 585 anggota asosiasi juga terus melakukan instalasi perangkat dan solusi yang diperlukan masyarakat untuk melakukan pecegahan hingga mendeteksi Covid-19.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Jamalul Izza menilai top management tiap perusahaan/instansi harus melakukan pengkajian atas penerapan perangkat pintar dari berbagai segi, baik dari segi efektivitas implementasi maupun dampak sosio-ekonomi yang ditimbulkan.
“Jika dilihat dari sisi teknologi, saat ini sudah cukup banyak perangkat IoT dengan harga terjangkau yang tersedia di pasar lokal, sehingga pertimbangannya saat ini lebih kepada dampak sosio-ekonomi. Ini yang menjadi tantangan kita, yakni bagaimana mengalihkan tenaga kerja yang tergantikan oleh perangkat pintar,” ujarnya.
Menurutnya, baik perusahaan maupun instansi pemerintah harus segera memikirkan kebijakan transisi dengan mempertimbangkan manfaat dan mudarat yang dapat ditimbulkan oleh penerapan teknologi IoT.
Berdasarkan laporan McKinsey & Company, penerapan teknologi IoT berpotensi menambah US$135 miliar setiap tahun ke dalam PDB Indonesia pada 2025.